Bisnis Gelap di Balik Jeruji Rutan Kotamobagu Terbongkar, Raup Rp60 Juta dari Telepon Napi

oleh -296 Dilihat
Ilustrasi: Bisnis Gelap di Balik Jeruji Rutan Kotamobagu Terbongkar, Raup Rp60 Juta dari Telepon Napi.

TNews, KOTAMOBAGU – Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Kotamobagu kembali menjadi sorotan tajam publik. Setelah sebelumnya dihebohkan dengan dugaan narapidana bisa bebas keluar masuk rutan, kini muncul laporan praktik pungutan liar (pungli) yang berkedok “wartel” bagi para napi.

Diduga, oknum pegawai rutan menjalankan bisnis telepon genggam dengan menyediakan 10 unit ponsel beragam merek yang bisa digunakan para narapidana untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka. Biaya penggunaannya tidak main-main: Rp10.000 untuk durasi lima menit.

Seorang narapidana yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada media, bisnis ini bisa menghasilkan hingga Rp60 juta per bulan, dengan rata-rata penghasilan per hari mencapai Rp2 juta. Dengan 10 unit ponsel aktif selama 24 jam, napi harus antre bergiliran demi bisa menghubungi kerabat.

“Bayangkan, satu jam dari sepuluh ponsel bisa menghasilkan Rp600.000. Itu hitungan kasarnya. Sehari bisa tembus Rp2 juta, sebulan jadi Rp60 juta,” ungkap salah satu napi.

Tak hanya soal keuntungan, praktik ini juga diduga melibatkan pegawai rutan yang turut mengawasi durasi penggunaan dan langsung menagih bayaran usai panggilan. Nama Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan (KKPR) Djhony Tumangken pun disebut-sebut mengetahui aktivitas ini.

Minggu, 5 Oktober 2025, Humas Rutan Kotamobagu, Ilham Lahiya, membenarkan adanya fasilitas wartel di dalam rutan. Ia menyebut, pemungutan biaya tersebut digunakan kembali untuk membeli pulsa data bagi para napi.

“Tarif Rp10.000 per 5 menit memang benar. Itu digunakan untuk membeli pulsa data bagi para napi. Pembuatan wartel ini merujuk pada Permenkumham No. 8 Tahun 2024,” kata Ilham.

Namun, penjelasan ini dinilai menyalahi aturan yang sudah ada sebelumnya. Permenkumham No. 6 Tahun 2013 secara tegas melarang napi menggunakan atau memiliki alat komunikasi seperti handphone.

Menanggapi hal ini, Aliansi Wartawan Independen Indonesia (AWII) mendesak Kepala Ditjen Pemasyarakatan Sulut, Tonny Nainggolan, dan Kepala Rutan Kotamobagu, Aris Yuliyanta, untuk segera mengusut dan menindak tegas oknum yang terlibat.

“Sudah ada kasus napi bisa keluar rutan, sekarang muncul bisnis ponsel. Ini menunjukkan tata kelola rutan yang amburadul dan tak transparan,” tegas Ketua AWII, Achmad Sujana.

Ia menyoroti, jika benar tarif tersebut untuk pembelian pulsa data, mengapa tidak digunakan sistem WiFi sebagai alternatif hemat dan transparan. Ia juga mempertanyakan ke mana larinya sisa dana dari pungutan jika total pendapatan mencapai puluhan juta per bulan.

Achmad Sujana juga meminta Inspektorat Jenderal Kemenkumham segera mengaudit seluruh pengelolaan keuangan, fasilitas, dan perlengkapan di Rutan Kotamobagu. Tujuannya, memastikan tidak ada lagi celah praktik pungli maupun penyalahgunaan wewenang yang mencoreng institusi hukum.*

Laporan : Muklas Mamonto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.