PDAM Tirta Hidayah di Pusaran Krisis dan Skandal: Air Mati, Air Kotor, Direksi Terseret Kasus Hukum, Rakyat Tetap Dipalak Tagihan?

oleh -131 Dilihat
Gambar: PDAM Tirta Hidayah di Pusaran Krisis dan Skandal: Air Mati, Air Kotor, Direksi Terseret Kasus Hukum, Rakyat Tetap Dipalak Tagihan?.

PDAM Tirta Hidayah Kota Bengkulu: Bukan Bantu Rakyat, Lebih Sering Buntu Rakyat

Krisis air bersih yang membelit Kota Bengkulu sepanjang 2025 bukan sekadar kekacauan teknis, tetapi gambaran runtuhnya tata kelola layanan publik yang semestinya menjadi urat nadi kehidupan warga. Dari Rawa Makmur hingga Bentiring, dari Surabaya hingga Sungai Serut, keluhan rakyat membanjir seperti gelombang yang dikhianati: air mati, air kotor, dan pelayanan PDAM Tirta Hidayah yang tersendat-sendat seperti mesin tua yang tak pernah benar-benar diperbaiki.

Tetapi krisis ini bukan hanya soal pipa, bak olahan, atau pompa rusak.
Ia berubah menjadi simbol keruntuhan integritas, ketika pucuk pimpinan PDAM sendiri terseret kasus hukum—melengkapi potret buram pelayanan publik yang lama dikeluhkan warga.

Ledakan Keluhan Publik — 8 hingga 28 Juni 2025

Rawa Makmur Permai, Bentiring, Surabaya, Muara Bangkahulu, Sungai Serut, dan Teluk Segara, enam wilayah yang merasakan mati totalnya distribusi air selama berhari-hari.
Warga terpaksa:

menampung air hujan,

membeli air galon untuk mandi,

meminta droping air dari Damkar atau BPBD,

menunggu tanpa kepastian.

Komunikasi PDAM minim—sekadar unggahan satu arah di media sosial dengan narasi klasik: “perbaikan sedang dilakukan.”

Rakyat membayar tagihan, tetapi layanan hanya hadir sebagai bayangan.

Pipa Patah Akibat Proyek — Juli 2025

Peristiwa patahnya pipa distribusi di Tanjung Agung memutus pasokan air bagi 6.000 pelanggan di Sungai Serut, Muara Bangkahulu, dan Teluk Segara.
Ironisnya, pemerintah daerah justru yang sibuk mengangkut air bersih menggantikan peran PDAM.

Di mata publik, PDAM berubah dari lembaga penyedia layanan menjadi lembaga penunggu permintaan maaf.

27 Agustus 2025 — Krisis Memuncak di Rawa Makmur

Warga mandi pakai air galon.
Cuci pakaian pakai air bantuan Damkar.
Situasi darurat ini bukan lagi gangguan, tetapi tanda runtuhnya manajemen distribusi.

22 Oktober 2025 — Air Kotor Mengalir di Bentiring

Air keruh, kotor, kecokelatan, dan berbau.
Di bak mandi warga muncul endapan tebal.

Pertanyaan publik semakin tajam:
“Ini air bersih atau limbah?”

PDAM berdalih teknis, tetapi warga melihat sesuatu yang lebih besar: hilangnya standar kualitas dan lemahnya kontrol mutu.

25–27 November 2025 — Enam Kecamatan “Terguncang”

Pergantian Butterfly Valve DN 600 mm membuat enam kecamatan lumpuh air.
Aliran kecil seperti tetesan memenuhi rumah-rumah.

Dalam diam, hanya rakyat yang menanggung Kerugiannya

Skandal Hukum Direksi: Ketika Masalah Teknis Bertemu Dugaan Kejahatan

Di tengah kerusakan layanan, publik diguncang oleh munculnya kasus hukum yang menyeret jajaran direksi PDAM Tirta Hidayah.
Dugaan penyalahgunaan kewenangan, penyimpangan anggaran, hingga pelanggaran prosedur mencoreng wajah BUMD yang seharusnya menjadi penjaga kepentingan rakyat.

Krisis pelayanan saja sudah membuat warga tersiksa.
Kasus hukum di tingkat direksi membuat luka itu berubah menjadi amarah.

Banyak warga menilai PDAM bukan hanya gagal memberi layanan—tetapi juga gagal menjaga integritas.

Di titik ini, PDAM tak lagi dianggap sebagai penyedia air, namun lebih mirip “penyamun berlegalitas”—memungut tagihan dari rakyat, sementara pelayanan tak pernah hadir sepenuhnya.

Kerugian Publik: Dari Finansial hingga Hak Dasar

Rakyat membayar:

tagihan air,

biaya galon tambahan,

biaya cuci di luar,

transportasi untuk mencari sumber air,

waktu dan tenaga untuk antre droping air.

Di saat bersamaan, PDAM tak memberi kompensasi sepeser pun.
Padahal Undang-Undang Pelayanan Publik jelas mewajibkan kompensasi jika layanan tidak terpenuhi.

Ini bukan lagi sekadar kegagalan teknis.
Ini adalah pelanggaran hak dasar atas air, sebagaimana diatur dalam:

UU Pelayanan Publik,

UU Sumber Daya Air,

PP SPAM,

Permenkes tentang kualitas air minum.

Kegagalan PDAM adalah kegagalan Pemkot Bengkulu sebagai pembina BUMD.

Kesimpulan Vox Populi VD

Krisis air bersih di Bengkulu adalah pola kegagalan sistemik:
air mati berulang, air kotor berulang, pipa patah berulang, dan alasan teknis berulang.

Sementara itu, tagihan tidak pernah berkurang.
Tidak ada kompensasi, tidak ada transparansi, tidak ada perbaikan signifikan.

Ketika direksi terseret kasus hukum, publik semakin yakin:
pelayanan buruk bukan kecelakaan, tetapi konsekuensi dari tata kelola yang telah lama rusak.

Dalam kaidah lama yang tak pernah salah:
“Salus Populi Suprema Lex Esto” — keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Sayangnya, di Bengkulu hari ini, rakyat justru menjadi pihak yang paling dikorbankan.*

Opini Publik — Vox Populi VD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.