TNews, BENGKULU – Hujan yang memecah pegunungan di Aceh, Sumatera Barat, hingga Sumatera Utara beberapa hari terakhir menyisakan air mata dan lumpur. Di tengah riuh laporan banjir yang melanda tiga provinsi itu, gelombang protes datang dari selatan Pulau Sumatera. Warga Kabupaten Seluma, Bengkulu, menyebarkan surat terbuka di platform X, Facebook, Instagram hingga TikTok. Isinya satu: penolakan terhadap rencana pembukaan tambang emas Bukit Sanggul.
Gerakan itu muncul cepat—seperti daun kering yang serentak terangkat angin—dan menjelma perbincangan yang ramai di lini masa warga Bengkulu.
Di bawah ini, surat terbuka yang beredar, disalin utuh tanpa mengubah satu huruf pun:
—
SURAT TERBUKA
Kepada Yth :
Presiden Republik Indonesia
Gubernur Bengkulu
Ketua DPRD Provinsi Bengkulu
Bupati Seluma
Ketua DPRD Seluma
Di
Tempat
𝗗𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗛𝗼𝗿𝗺𝗮𝘁
Bersamaan dengan 𝗦𝗨𝗥𝗔𝗧 𝗧𝗘𝗥𝗕𝗨𝗞𝗔 ini kami Masyarakat Kabupaten Seluma menyatakan 𝗣𝗘𝗥𝗡𝗬𝗔𝗧𝗔𝗔𝗡 𝗦𝗜𝗞𝗔𝗣 𝗣𝗘𝗡𝗢𝗟𝗔𝗞𝗔𝗡 𝗥𝗘𝗡𝗖𝗔𝗡𝗔 𝗣𝗘𝗠𝗕𝗨𝗞𝗔𝗔𝗡 𝗔𝗞𝗧𝗜𝗩𝗜𝗧𝗔𝗦 𝗣𝗘𝗥𝗧𝗔𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗘𝗠𝗔𝗦 𝗕𝗨𝗞𝗜𝗧 𝗦𝗔𝗡𝗚𝗚𝗨𝗟 𝗞𝗔𝗕𝗨𝗣𝗔𝗧𝗘𝗡 𝗦𝗘𝗟𝗨𝗠𝗔 𝗣𝗥𝗢𝗩𝗜𝗡𝗦𝗜 𝗕𝗘𝗡𝗚𝗞𝗨𝗟𝗨
Dengan akan dibukanya Hutan di Kawasan Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma yang menjadi hulu sungai kami jelas akan menimbulkan anncaman yang serius bagi kami seperti ancaman banjir yang tentunya akan menimpa desa-desa kami. Pencemaran Air Sungai Alas (Aik Alas) tempat kami menggantungkan hidup, ribuan hektar sawah kami menjadi rusak akibat air sungai yang tak terkendali dan kebun-kebun kami tidak dapat berproduksi lagi karena tanah yang ada sudah tercemar sedangkan tidak ada jaminan bagi kami untuk bisa bertahan dengan ancaman tersebut.
Untuk itulah kami menyatakan sikap untuk
1. MENOLAK Rencana Pembukaan Tambangan Emas di Kawasan Hutan Bukit Sanggul Kabupaten Seluma
2. Memohon kepada Pemerintah Kabupaten Seluma dan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk membatalkan dan atau menolak Rencana Pembukaan tambang emas di Bukit Sanggul Kabupaten Seluma
Demikian SURAT TERBUKA ini kami buat dengan sadar, sebenar-benarnya, dan tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun,
𝗛𝗼𝗿𝗺𝗮𝘁 𝗞𝗮𝗺𝗶,
(Tanda tangan dan nama warga)
—
Gelombang Penolakan dari Hulu Sungai

Rejon Saputra Regiono, salah seorang warga yang ikut menyebarkan surat ini, mengonfirmasi melalui telepon bahwa aksi di media sosial itu benar ia ikuti.
“Kami tidak ingin kampung kami rusak akibat dampak tambang emas yang luasnya puluhan ribu hektar akan merusak lima mata air sungai besar di Kabupaten Seluma,” ujarnya, Rabu (3/12/2025).
Rejon melihat banjir di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara sebagai peringatan keras dari hutan yang mulai kehabisan nafas. “Itu pelajaran yang tidak boleh diulang,” katanya.
Jaya, warga lainnya, menyebut ancaman itu bukan sekadar bayangan. “Banyak hulu sungai ada di Bukit Sanggul. Jika terganggu, hilir ikut menderita—termasuk nelayan.”
Jejak Izin Panjang dan Status Kawasan yang Berubah

Pro-kontra muncul sejak PT Energi Swa Dinamika Muda mendapat izin eksplorasi pada 2010, ketika kawasan Bukit Sanggul masih berstatus Hutan Lindung. Bertahun kemudian status berubah menjadi Hutan Produksi seluas 19,9 ribu hektar. Januari 2025, izin meningkat menjadi izin operasi hingga 2045.
Meski hampir seluruh persyaratan administrasi disebut lengkap, satu pintu belum terbuka: rekomendasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) dari Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.
“Kami harus hati-hati,” ujar Helmi. Ia mengaku masih menampung masukan masyarakat, dari penolakan total hingga opsi kepemilikan saham Pemprov.
Manuver Perusahaan di Ruang Hotel
Sabtu (11/10/2025), perusahaan menggelar diskusi publik. Di dalam ruangan hotel, janji-janji dilontarkan: perekrutan tenaga kerja lokal, kantor di Seluma, asrama karyawan, PAD yang meningkat, hingga CSR tiga persen dari laba bersih.
“Kami ingin manfaat ekonomi terasa di Seluma,” kata Herman Hidayat, pemegang saham.
Aksi Massa Memecah Suasana
Namun suasana berubah menjelang malam. Puluhan aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Tambang (KMSMT) menerobos masuk. Suara protes menggelegar di hadapan peserta diskusi.
“Kami menolak karena dampaknya akan buruk bagi ekologi dan sosial,” teriak Aldian, salah satu demonstran.
Bupati Seluma Teddy Rachman turun tangan. Ia menyampaikan bahwa Pemda akan menjalankan proses kajian selama 26 bulan, melibatkan akademisi, NGO, dan kelompok masyarakat.
“Prosesnya harus transparan,” katanya.*
Peliput: Freddy Watania








