TNews, Lifestyle – Layaknya orang dewasa, anak juga bisa emosional atau menghadapi persoalan emosi. Bahkan, tiap anak memiliki cara yang berbeda-beda saat mengungkapkan perasaannya.
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional pun sebenarnya sudah ada sejak bayi baru lahir. Misalnya menangis, tersenyum, dan frustrasi.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa beberapa minggu setelah bayi lahir, ia bisa memperlihatkan berbagai ekspresi dari semua emosi dasar. Mulai dari ekspresi kebahagiaan, perhatian, rasa heran, ketakutan, marah, sedih, atau bahkan bosan sesuai dengan situasinya.
Akan tetapi, karena pada umumnya anak-anak belum bisa mengungkapkan apa yang dirasa lewat kata-kata, terkadang mereka bisa mengekspresikannya melalui perilaku yang tidak tepat atau malah menimbulkan masalah.
“Pada semua usia, kuatnya emosi positif merupakan dasar untuk penyesuaian yang baik. Bayi yang mengalami lebih banyak emosi, senang meletakkan dasar-dasar untuk penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, juga untuk pola-pola perilaku yang akan menimbulkan kebahagiaan,” ujar dr. Anggia Hapsari, SpKJ (K), Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak dan Remaja dari RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan itu.
Namun, setelah melewati masa bayi, sekitar usia 2-6 tahun, anak-anak prasekolah sudah dapat merasakan cinta dan punya kemampuan menjadi anak yang penuh rasa sayang.
Ya Moms, si kecil bisa merasakan bila ada anak atau orang di sekitarnya sedang sedih dan ia pun merasa simpati atau ingin menolong.
“Anak-anak prasekolah baru dapat mengekspresikan satu emosi pada satu waktu dan belum dapat memadukan emosi atau perasaannya dari hal-hal yang membingungkan,” pungkasnya.
Di usia 6-12 tahun, kemampuan kognitif anak mulai berkembang sehingga kemampuan untuk mengekspresikan emosinya lebih bervariasi. Terkadang, anak dapat mengekspresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang berbeda, bahkan bertolak belakang, lho!
Emosi pada Anak yang Perlu Orang Tua Waspadai
Tak hanya itu, anak-anak juga bisa mengalami emosi yang negatif dan perlu Anda waspadai. Karena bisa saja emosi si kecil menjadi meledak-ledak.
Berikut beberapa kondisi emosi pada anak yang perlu diwaspadai:
1. Tantrum dan ledakan (Outbursts), terjadi pada tahapan usia perkembangan anak di mana seharusnya hal ini sudah tidak terjadi, yaitu di atas usia 7-8 tahun.
2. Perilaku anak sudah membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
3. Perilaku anak menimbulkan masalah serius di sekolah.
4. Perilaku anak mempengaruhi kemampuan bersosialisasi dengan teman sehingga si kecil dikucilkan oleh teman-temannya.
5. Tantrum dan perilaku anak telah membuat distress atau kesulitan dalam keseharian di rumah.
6. Saat anak merasa tidak mampu mengendalikan emosi marahnya dan merasa dirinya “buruk”.
Untuk itu, sebagai orang tua, Anda diharapkan dapat mengenali emosi atau perasaan diri anak. Jadilah role model atau contoh yang baik untuk anak, tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah, dan menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan ananak
“Kepercayaan terhadap orang tua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan dalam membentuk kepercayaan diri anak. Ini juga membantu anak untuk meregulasi emosinya dan mendorong mereka jadi mandiri dan berani mengambil risiko,” tutup dr. Anggia.
Sumber : kumparanMOM.com