TNews, SEJARAH – Seorang arkeolog, Kate Narev menjelaskan melalui video TED-Ed di sesinya bahwa seorang wanita juga pernah memimpin mesir sebagai ratu yang ditakuti. Bukan hanya ratu, ia bahkan merupakan pharaoh atau firaun (gelar untuk penguasa Mesir Kuno) wanita pertama yang pernah ada.
Sayangnya, 20 tahun setelah kematiannya, seseorang berusaha untuk menghapus nama dan keberadaannya dari sejarah. Patung-patungnya dihancurkan berkeping-keping dan mereka menyingkirkan namanya di manapun mereka bisa menemukannya.
Hatshepsut menjadi seorang pharaoh dengan cara terpaksa. Ketika pharaoh Thutmose II wafat, anak laki-lakinya, Thutmose III, masih anak-anak. Hatshepsut, istri utama dari raja yang wafat, menjadi penerus tahtanya.
Seiring berjalannya waktu — dan yang diingat sejarah, Thutmose III masih sangat terlalu muda untuk membicarakan soal itu — dia menjadi semakin kuat hingga akhirnya secara resmi diangkat sebagai pharaoh.
Namun keberadaan pharaoh wanita itu menggelitik dan membuat geram kebanyakan orang.
Kejadian Hatshepsut naik ke tahta adalah tantangan terhadap adat tradisional dari maat, atau konsep keharmonisan alam semesta. Untuk beberapa orang, “keharmonisan alam semesta”berarti hanya pria yang bisa menjadi pharaoh. Mereka juga khawatir jika kesuksesan Hatshepsut akan mendorong para wanita lainnya untuk mencari kekuasaan.
Hatshepsut juga mencoba untuk menunjukkan bahwa bahwa gak ada ancaman pada maat dengan mengambil nama “Maatkare”. Ia bahkan mengubah akhiran nama aslinya menjadi lebih maskulin yaitu “su”. Namun, gak berhasil.
Semua yang kita ketahui tentang kekuasaan Hatshepsut selama 25 tahun ditulis oleh — atau dilukis atau diukir oleh — pharaohnya sendiri, jadi gak bisa dipastikan kebenarannya. Namun para ahli percaya bahwa ia memiliki kekuasaan yang sukses dan damai, bahkan ketika usaha beberapa orang yang kolot terhadap maat gak pernah berhenti untuk berusaha menggulingkannya.
Itulah penyebab kuat kenapa seseorang mencoba menghapusnya dari sejarah pada 20 tahun kemudian.
Teori yang memungkinkan adalah bahwa Thutmose III, masih berusaha menahan rasa tertahannya karena memiliki pharaoh wanita, akhirnya berusaha membuat seakan segalanya gak pernah terjadi sama sekali.
Namun gak mudah untuk menyembunyikan memori dari seseorang yang diabadikan di bebatuan. Ada beberapa jejak tertinggal dari Hatshepsut untuk mencari tahu siapa dan apa pun terkait dirinya, ketika para arkeolog berusaha menjelajahi petunjuk-petunjuk kuno.
Pada akhirnya kemungkinan bahwa Thutmose III yang melakukannya sulit dipercaya, karena susah dibayangkan seseorang memendam amarah selama 20 tahun baru lah melakukan penghapusan fakta sejarah, harusnya ia melakukannya begitu saja ketika ibu tirinya itu sudah wafat. Jadi hingga kini masih belum jelas siapa yang berusaha menghapus sejarah Hatshepsu. Yang jelas, seseorang berusaha melakukannya.
Sumber : Idntimes.com