TOTABUANEWS, KOTAMOBAGU – Musim kemarau yang terus melanda wilayah Kota Kotamobagu bahkan Bolaang Mongondow Raya (BMR) akhir – akhir Dinas Tata Kota (Distakot) Kotamobagu, mengaku tetap siaga mengantisipasi terjadinya kebakaran.
Hal ini, berdasarkan pengakuan Kepala Distakot Irawan Bambang Ginoga ketika dihubungi sejumlah wartawan belum lama ini. “Ada dua lokasi yang sering terbakar yakni lahan di Kelurahan Gogagoman sebanyak enam kali, dan di Kelurahan Kotobangon sebanyak empat kali,” ujar Bambang.
Lanjut Bambang, pada lahan tersebut ikut terbakar beberapa tanaman bambu. “Ada juga beberapa tanaman lain, tapi paling banyak rumput. Petugas pemadam kebakaran tetap siaga,” ujarnya.
Bambang mengimbau, kepada masyarakat Kotamobagu agar jangan sembarangan melempar puntung rokok ataupun membakar sampah. “Apalagi itu di pinggir jalan, dekat lahan di Kelurahan Gogagoman dan Kotobangon. Jangan sembarangan, karena mengingat cuaca panas masih berlangsung,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotamobagu Imran Amon mengatakan bahwa cuaca panas akan berlangsung hingga Bulan November. “Kalaupun ada hujan, itu hanya sesekali. Hanya lewat begitu saja,” ujarnya. Lanjutnya, untuk kecepatan angin posisi sampai hari ini masih normal. “Yakni kecepatannya 23 km per jam,” ujarnya.
Ia pun memberi imbauan kepada masyarakat, agar melakukan penghematan pengunaan air. “Dan memperhatikan waktu-waktu
dimana air banyak digunakan,” ujarnya.
Untuk PDAM sendiri dikatakan Amon sudah menurun debit mata airnya. “Pada jam 3 pagi sampai jam 10 siang dan jam 6 sore sampai jam 7 malam merupakan puncak pemakaian air, dimana air tanah akan terkuras,” ungkapnya.
Untuk itu lanjut Amon pada jam 11 malam sampai jam 3 pagi alangkah baiknya menampung air. “Kemudian siang jam 10 sampai jam 3 sore juga waktu yang baik untuk menampung air, karena diatas jam itu penggunaan air kurang,” tukasnya.
Selanjutnya bagi masyarakat yang menerima broadcast BBM mengenai menjemur air garam, dikatakan Amon bisa saja dilakukan. “Kalau sisi kepercayaan bisa saja, namun kajian ilmiah itu tetap saja sulit, karena panas matahari saat ini tidak memungkinkan itu untuk boleh menjadi awan dan selanjutnya hujan,” ungkapnya.
tim Totabuanews
