TOTABUANEWS, KOTAMOBAGU – Berita pemerkosa anak kandung yang dilakukan, RT alias Romel (40), warga Kelurahan Gogagoman Kecamatan Kotamobagu Barat, langsung menyebar luas di masyarakat dan mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan.
Kasus ini pun dikaitkan dengan wacana pemerintah untuk menerapkan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur.
Ira Manggalupang warga Gogagoman mengatakan, hukuman kebiri bagi para pemerkosa, sangatlah tepat. Sebab, hukuman tersebut akan mendatangkan efek jera dan pasti bagi pelaku tidak akan pernah melakukan hal itu karena ‘senjata’ pamungkasnya sudah dilumpuhkan.
“Hukuman bagi para penjahat saat ini bisa dikatakan sudah baik, namun harus dipertajam lagi seperti hukuman kebiri misalnya bagi pemerkosa. Karena jika hanya hukuman penjara, tidak menutup kemungkinan Ia akan melakukan hal yang sama,” tegas Ira.
Wakil Ketua DPRD Bolmut, Arman Lumoto S.Ag,M.Si, ikut angkat bicara menanggapi kejadian tersebut. Menurutnya, yang perlu dihilangkan itu adalah akhlak pelaku, se mentara pelaksanaaan hukum kebiri itu perlu ditinjau, karena yang sakit itu jiwa dan moralnya.
“Secara pribadi, saya mengutuk keras perbuatannya itu. Kalau terkait hukum kebiri itu, bisa saja orang tidak menggunakan kemaluannya untuk memperkosa, tapi dengan cara lain. Sehingga saya lebih menitik beratkan pada persoalan akhlak,” ucap Lumoto, ketika dimintai tanggapannya, Rabu (11/11/2015).
Sementara praktisi hukum Bolmong Raya, Muhammad Yudi Effendi Lantong SH, yang dimintai tanggapannya menyebutkan, suatu produk hukum itu selalu memuat tentang aturan, larangan dan sanksi. Sanksi dalam satu produk undang-undang dapat berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana atau pemidanaan. Dalam kaitan dengan perlindungan anak, pembentuk undang-undang telah membuat undang-undang No 23 Tahun 2012 yang telah diubah dengan Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
“Undang-undang tersebut dgn tegas memuat larangan dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melakukan pelecehan, pencabulan dan pemerkosaan/persetubuan dgn anak. Adapun yang dimaksud dengan anak menurut UU ini adalah, anak yang belum genap berusia 18 tahun,” jelasnya.
Dalam kaitan kasus perkosaan orang tua terhadap anak kandung, tambah Lantong, perbuatan tersebut tegas diatur dalam Pasal 81 ayat (3), dengan ancaman pidana 15 tahun penjara, ditambah 1/3 lagi ancaman pidananya, berikut denda Rp5 miliar.
“Untuk wacana perlu dibuat satu produk hukum yang mengatur tentang ancaman hukuman paling berat bagi pelaku pemerkosa, khususnya yang dilakukan oleh orang tua kandung terhadap anaknya yang masih dibawah umur tentang pelaku yang ‘dikebiri’ atau semacamnya.
“Menurut hemat kami, wacana demikian sah-sah saja, dalam sudut pandang masyarakat yang menginginkan ganjaran setimpal bagi pelaku,” jelas Lantong yang berprofesi sebagai pengacara hukum lewat Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia, Sulawesi Utara.
Tim Totabuanews