TNews, YOGYAKARTA – Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengimbau masyarakat agar waspada atas munculnya penyakit Anthrax, salah satu Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) yang bersifat Zoonosis, dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis.
Bacillus Anthracis merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang, mempunyai Spora Dorman, sehingga mampu hidup di dalam tanah dalam waktu yang lama. Spora tersebut jika masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia akan menjadi aktif dan memproduksi toksin yang menyebabkan gejala penyakit hingga kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani di Balai Kota, Kamis (14/3/2024) mengatakan, gejala Anthrax pada hewan terdapat lesi/luka lokal yang terbatas pada lidah dan tenggorokan. Pembengkakan pada daerah muka, tenggorokan, leher. Dapat menyebabkan kematian karena asphyxia/sesak napas.”
“Gejala Anthrax pada manusia, bentuk kutaneus, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan di Indonesia. Gejala awal berupa adanya lesi kecil berwarna merah gatal yang berkembang menjadi luka/papel kecil, kemudian menjadi ulser hitam dan kering dikelilingi dengan edema. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, nyeri pada daerah sekitar lesi. Ulser dapat sembuh dalam waktu 2-3 minggu.”
“Bentuk ingesti/pencernaan, Anthrax Gastrointestinal gejalanya mual, demam, nafsu makan menurun, sakit pada daerah perut, lemas, dan diare berdarah. Jika tidak segera berobat dapat menyebabkan toksemia, syok, dan kematian.”
“Anthrax Osofarings gejalanya demam, radang tenggorokan, ada lesi pada rongga mulut, hingga pembengkakan pada daerah leher. Terjadi karena memakan makanan yang terkontaminasi oleh spora Anthrax,” paparnya.
“Selain itu, gejala Anthrax pada manusia bentuk paru, gejala awal berupa flu disertai radang tenggorokan, demam ringan, sakit kepala, lemas, berkeringat, nyeri otot, mual muntah, sakit perut, diare, batuk tidak berdahak. Sedang Bentuk meningitis jarang terjadi. Umumnya merupakan komplikasi dari bentuk kutaneus, ingesti, dan inhalasi/paru.”
Emma juga menambahkan, pencegahan dan pengendalian Anthrax antara lain dengan penanganan penyakit Anthrax terhadap hewan, penanganan penyakit Anthrax terhadap produk hewan, penanganan terhadap lingkungan, dan pencegahan penyakit Anthrax.
Gunungkidul terdapat kasus penyakit ini pada tahun 2019, 2020, 2022, 2023 dan 2024. Sleman kasusnya pada tahun 2003 dan 2024, sedang Kulonprogo wabah penyakit ini terjadi pada tahun 2017.”
“Kota Yogyakarta sampai saat ini belum ada temuan kasus Anthrax, namun tetap waspada karena arus lalu lintas ternak dan produk ternak dari dan ke Kota Yogyakarta.”
Emma menyebut penanganan Anthrax tak cukup dengan obat dan vaksin. Faktor yang menjadi pertimbangan adalah budaya brandu yang berkembang dalam masyarakat. Brandu adalah memotong atau menyembelih hewan ternak yang sakit.
“Kebiasaan dari wilayah apabila ada ternak yang mati atau tiba-tiba mati atau sakit, kemudian disembelih untuk mengurangi kerugian pemilik ternak. Daging lalu dibagikan sukarela atau memberi ganti.”
Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sri Panggarti di Balai Kota, Kamis (14/3/2024) mengatakan, ciri-ciri khusus daging yang terkena Anthrax sulit dikenali. Tapi konsumen yang paham, daging segar itu berwarna merah cerah dan konsistensinya kenyal. Kalau membeli daging tidak seperti itu dan harganya murah, sebaiknya patut curiga.
“Selain memantau lalu lintas daging, kami juga melakukan pembinaan dan edukasi ke peternak, termasuk juga kewaspadaan di Rumah Potong Hewan (RPH). Sapi, kambing, domba yang akan dipotong harus kami pastikan benar-benar sehat.”
“Kami imbau masyarakat membeli daging di tempat-tempat atau kios-kios yang hewannya dipotong di RPH.”
Dinas Pertanian dan Pangan juga bekerjasama dengan Satpol PP Kota Yogyakarta untuk pengawasan lalu lintas ternak. Ini ada kaitannya dengan Perda Nomor 21 Tahun 2009 tentang Penangkaran Hewan dan Pemotongan Daging.
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat mengatakan, regulasi berlaku tegas. Pada tahun 2023 pihaknya telah menangkap 6 orang yang melanggar perda. Semuanya melalui proses sidang tindak pidana ringan.
“Tahun 2024 ini sudah ada 4 terdakwa yang terkena sidang dan masing-masing didenda 250.000. Adapun pelanggarannya adalah menjual daging sapi tanpa dilengkapi dengan surat keterangan periksa ulang,” tutupnya.*
Peliput : Clementine