TNews, HUKRIM – Prawit Songsuwan, seorang jenderal berpengaruh dan anggota parlemen di Thailand, menuai kecaman publik setelah melakukan aksi pemukulan terhadap seorang wartawati.
Insiden ini terjadi pada Jumat (16/8/2024) saat jurnalis tersebut menanyakan pendapat Prawit terkait kemenangan Perdana Menteri (PM) baru Thailand, Paetongtarn Shinawatra.
Menurut laporan dari Reuters, Rabu (21/8/2024), Prawit yang kini berusia 79 tahun dan pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat Thailand, memukul kepala jurnalis televisi dari ThaiPBS sebanyak dua kali.
Insiden ini terjadi ketika Prawit dikelilingi oleh sejumlah wartawan yang tengah mewawancarainya, dan aksinya terekam kamera, sehingga videonya menyebar luas di media sosial dan menuai kecaman publik.
Prawit, yang juga mantan Wakil PM Thailand selama sembilan tahun di era pemerintahan PM Prayut Chan-O-Cha, tidak hadir dalam sesi parlemen yang meloloskan Paetongtarn sebagai PM termuda dalam sejarah Thailand. Ketika ditanya oleh wartawati tersebut tentang ketidakhadirannya, Prawit justru membalas dengan memukul kepala jurnalis tersebut.
Senator Thailand, Tewarit Maneechai, telah secara resmi meminta parlemen untuk melakukan penyelidikan etika terhadap Prawit.
“Perilaku ini merupakan pelecehan fisik dan tidak menghormati jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya,” ujar Tewarit dalam pernyataannya kepada Reuters. Parlemen Thailand kini memiliki waktu 30 hari untuk merespons permintaan tersebut.
Juru bicara Partai Palang Pracharat, Piya Tavichai, mencoba membela Prawit dengan mengatakan bahwa insiden tersebut hanyalah candaan dan bahwa Prawit mengenal baik jurnalis tersebut.
Namun, dua asosiasi media terkemuka di Thailand, Asosiasi Jurnalis Penyiaran Thailand dan Dewan Penyiaran Berita Thailand, menyimpulkan bahwa tindakan Prawit merupakan bentuk intimidasi yang tidak dapat ditoleransi.
ThaiPBS, tempat wartawati tersebut bekerja, menuntut agar Prawit bertanggung jawab atas tindakannya. Mereka menegaskan bahwa jurnalis mereka hanya menjalankan tugasnya dengan sopan dan profesional, serta menilai tindakan Prawit sebagai penganiayaan yang merusak integritas jurnalisme di Thailand.
Insiden ini menambah kontroversi di sekitar Prawit, yang selama dua dekade terakhir telah menjadi tokoh sentral dalam perselisihan politik di Thailand dan dikenal sebagai pembuat kesepakatan politik yang ulung.
Dengan latar belakangnya yang terlibat dalam dua kudeta militer, masa depan politik Prawit kini menghadapi tantangan serius akibat tindakan yang dianggap mencoreng kehormatan parlemen dan kebebasan pers di Thailand. (**)