TNews, BOLSEL – Desa Tonala, Kecamatan Posigadan, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, kini menjadi sorotan setelah muncul dugaan perampasan hak atas tanah yang dialami Oma Satara, seorang warga lanjut usia.
Sejak Maret 2024, tanah yang tepatnya di Dusun III Desa Tonala milik Oma Satara sejak 1994 dan diakui dengan pembayaran pajak, kini diperebutkan oleh sepupu Kepala Desa, Hasan Tangahu, setelah Kepala Desa Yamin Tangahu menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) tanpa pemeriksaan yang memadai.
Situasi semakin rumit dengan munculnua proyek pembangunan tower TELKOMSEL yang saat ini berlangsung di tanah di tanah tersebut.
Pengerjaan proyek ini dilakukan meski status kepemilikan lahan belum jelas. Material pembangunan sudah tersedia, dan tanah telah digali untuk fondasi tower, sementara hak Oma Satara atas tanah tersebut terus diabaikan.
Rahmat R. Huwoyon, S.H & Partner sebagai kuasa hukum yang ditunjuk Oma Satara, mengajukan pembatalan SKT yang diterbitkan atas nama Hasan Tangahu, menegaskan bahwa tanah itu adalah milik oma Satara.
Kepala Desa pun membayatlak SKT atas nama Hasan Tangahu, namun sayangnya Kepala Desa tidak menerbitkan SKT baru atas nama Oma Satara.
Pada 26 September 2024, kuasa hukum Oma Satara mengeluarkan somasi kepada pihak proyek tower untuk menghentikan pengerjaan di lahan yang diklaim sebagai milik kliennya.
“Kami sudah bertemu dengan pihak telkomsel, dan saat ini proyek sudah dihentikan, karena dianggap lahan masiu berstatus quo,” ungkap Kuasa Hukum.
Akibat ketidakpastian ini, hak-hak Oma Satara terancam, dan mereka bersiap untuk mengambil langkah hukum lebih lanjut.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang transparansi dan keadilan dalam penanganan hak atas tanah di Desa Tonala, serta dampaknya terhadap masyarakat setempat. ***