TNews, YOGYAKARTA – Yayasan Anand Ashram bersama Kadin DIY dan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah menggelar seminar bertajuk “Youth Challenges 2025 & Beyond: Cultural & Spiritual Solution” yang bertempat di Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, Jl. Raya Janti, Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (4/12/2024).
Masyarakat terutama generasi muda diajak untuk membahas solusi menjalani tantangan besar dan kompleks terkait fenomena Artificial Intelligence (AI).
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY yang diwakili Suherman, mengapresiasi dan berharap seminar ini aplikatif, tangguh, dan berakar pada budaya dan spiritualitas dalam menghadapi fenomena Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI).
“Karena dampaknya berakibat tidak hanya pemanfaatan teknologi yang makin massif, tapi juga ekonomi dan merembet ke kesejahteraan mental,” ujarnya.
Dalam Sekapur Sirih, Pendiri Yayasan Anand Ashram, tokoh humanis spiritual, budayawan, serta penulis lebih dari 200 buku, Anand Krishna, memaparkan bagaimana teknologi sangat memudahkan manusia, namun di sisi lain manusia dibuat tidak mampu menghadapi tantangan, sehingga mudah cemas, stres, dan bingung.
“Budaya sebagai pucuk-pucuk kebudayaan; dari budidaya yang unggul dan jika di bawahnya ada tanaman liar yang mesti dibuang, maka nilai yang dilestarikan adalah yang universal, inilah budaya,” tegas Anand Krishna.
“Salah satu nilai yang saat ini perlu dipupuk untuk menghadapi tantangan di era AI adalah seperti yang Bung Karno selalu dengungkan, yakni berdikari (berdiri di bawah kaki sendiri). Lewat budaya itu kita mampu memilah untuk negeri kira sendiri, teknologi yang human friendly, yang membantu manusia, bukan sebaliknya.”
Tiga narasumber yang hadir sepakat jika solusi dalam menghadapi tantangan ini mesti melalui pendekatan holistik, yaitu kembali ke nilai-nilai budaya luhur yang sudah kita miliki.
Lebih jauh, Wakil Ketua Umum KADIN DIY Bidang Industri, Iwan Susanto mengatakan, tantangan di bidang kewirausahaan dapat disikapi salah satunya lewat mengembangkan positive attitude, tidak sekadar positive thinking.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul, Arbania Fitriani yang menjadi salah satu narasumber menyatakan, tantangan kesehatan mental yang dihadapi para pemuda dapat diatasi dengan makan makanan alami, kurangi junk-food, memupuk gemar membaca sejak dini, dan serta membiasakan membaca buku-buku bermutu.
“Kebiasaan membaca secara digital berdampak pada otak dan memicu kegelisahan. Kembalilah ke pola mengajar konvensional, seperti yang diadopsi sekolah termahal di dunia, yang justru tidak menggunakan komputer, tablet, atau handphone. Pola mengajar semacam ini akan membentengi kita dari masalah kesehatan mental.”
“Solusi ketiga masa depan di bidang kerja, sekarang sudah banyak tenaga manusia digantikan AI, ini akan bisa teratasi jika masing-masing senantiasa mengupayakan untuk masuk ke dalam diri, mengakses ketenangan dalam diri, salah satunya lewat meditasi yang merupakan warisan dari budaya luhur Nusantara.”
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengguna Artificial Intelligence Indonesia (APAII) Dian Martin mengatakan, sehebat-hebatnya AI, ia tidak bisa memberikan pengalaman kebersamaan seperti kegiatan hari ini.
“Ke depan, pekerjaan yang berfokus pada keterampilan yang mengedepankan empati dan kreativitas tidak akan tergantikan oleh AI.”
Seminar yang dihadiri sekitar 500 dari berbagai daerah, terutama perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus, para pelajar dari DIY, Jepara, Bali, dan juga dihadiri guru, dosen serta para profesional, pelaku usaha, serta perwakilan dari dinas terkait.
Seminar ini didukung oleh Asosiasi Meditasi, Aushadh, Yoga Indonesia (AMAYI), Forum Pengajar Dokter dan Psikolog Bagimu Ibu Pertiwi dan One Earth Integral Education.*
Peliput: Clementine