Uhuk (batuk), agar bisa kembali ke posisi stabil, setelah saya tertawa terpingkal-pingkal, sampai mata saya keluar air, lalu dengan sekejap rasa prihatin saya mendominasi. Kayaknya, antara ekspresi syok dan lucu, telah terfusi menjadi satu. Benaran deh, menjadi penonton perhelatan politik ini, membuat saya seperti menggunakan tawa (tertawa-tawanya tawa) sebagai simbol keprihatinan.
Ada rasa sedih dan lucu di saat yang bersamaan. Melihat para bintang politik, yang meredup-redupkan cahayanya, seperti tanda peringatan di setiap persimpangan jalan, bagi para pengguna hak pilih.
Kalau ada calon pemimpin (apa saja, Wali Kota, Wawali, Legislatif, dst) tak tahan kritik, super aktif dan responsif karena bawa perasaan, hanyut dalam uforia massa (baik pendukung atau bukan), malang melintang di sosial media, adu (mulut) di status, kok aku merasanya, aduh-aduuuh gimana gitchu. Apa jadinya negeri ini?
Lagipula, apa kata Ayu Ting-Ting?
Apa gak malu sama Ayu, yang memiliki banyak pengikut, banyak fans, sekaligus haters. Banyak pencaci maki, dan Ayu tetap kalem-kalem saja, senyum-senyum saja. Tampak jika Ayu sadar betul posisinya sebagai pablic figure, dan seorang bintang, lalu telak, dia menjawab semua dengan prestasi.
Ayu cuma artis dangdut, tapi dia memimpin diri (mentalnya) dengan sangat baik. Eniway, saya bukan pecinta dangdut, tapi saya pecinta pemimpin bermental mentalnya Ayu. Petarung dan tahan banting, meski dihuyung-huyungkan angin kehidupan.
Aku berharap Ayu ada di Pilkada-pilkada 2018 ini. Aku ingin calon pemimpin yang bermental Ayu, tinimbang calon yang menggunakan cara “sapu rata” dalam menghadapi beragamnya tanggapan masyarakat.
Kalau ada calon pemimpin yang mentalnya masih “unch-unch”, saran saya belajar dulu sama Ayu. Biar tidak dapat alamat palsu, karna salah tempat.
Lokasi: Kali ini saya tidak di Pluto, saya mampir di Bumi Totabuan, bukan nonton bola, tapi nonton Pilwako Kotamobagu dan Pilkada Bolmut. Brazil tetap syalalalaaaa.
Penulis: Neno Kalina