TOTABUANEWS.COM, Setelah menerima utusan (taba) dari pengantin wanita, pengantin pria bersama keluarga dan tua-tua adat bersiap menuju ke rumah pengantin wanita diiringi dengan hadrah atau kelompok rebana.
Prosesi kelompok pengantin pria ini nampak sangat meriah dan menjadi tontonan orang sepanjang perjalanan yang mereka lalui.
Saat memasuki halaman pengantin wanita, rombongan dijemput dengan tarian Tuitan (barisan kawal kehormatan adat), tarian musan (tarian muda-mudi), dan pencak silat.
Kemudian rombongan melewati rintangan (tumalib kon longgai) dari dua orang yang memegang tungkudon (tongkat) dengan posisi bersilang dan masuk melewati tolatak sinombuyaya (tangga kehormatan).
Dipenghujung tolatak, pengantin pria disambut oleh salah seorang tua-tua adat dan sambil memegang tangannya tua-tua adat mengucapkan doa (itum-itum) tolak bala’.
Pada saat pengantin pria memasuki ruangan, akan ditaburi dengan beras (gambatan in bogat) dan dirangkul oleh ibu pengantin wanita dengan kain sarung (ka’udon).
Hal ini menandakan suatu pengakuan sang ibu kepada pengantin pria sebagai anaknya sendiri, kemudian pengantin pria menuju tempat yang telah disediakan.
Pada masa kini pelaksanaan perkawinan khusunya dalam proses mogatod nonikah telah disederhanakan sesuai kemampuan, namun tata urutannya tetap dilaksanakan, seperti melewati rintangan, tangga kehormatan, tabur beras dan ka’udon oleh ibu pengantin wanita.
Ada juga hal-hal tertentu yang tidak digunakan lagi seperti barisan kawal kehormatan dengan pakaian adatnya, tarian musau (muda-mudi) dan pencak silat. Ini menunjukan bahwa dalam pelaksanaan upacara perkawinan, ada unsur-unsur tertentu yang bukan keharusan.(Ucg)