TNews, MANADO – Ramainya kecaman pagelaran teater Pingkan Matindas: Cahaya Bidadari Minahasa, mendapat tanggapan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Yusra Alhabsyi asal BMR.
Kepada media ini Yusra mengimbau, agar warga Bolaang Mongondow Raya (BMR) jangan cepat terpancing dan mengambil tindakan yang akhirnya marugikan. Namun, konten teater yang telah beredar luas memang ada beberapa bagian yang dapat menyinggung perasaan warga BMR terlebih suku Mongondow. “Wajar bila masyarakat suku Mongondow di BMR tersinggung bahkan marah. Tapi keadaan ini harus disikapi dengan arif dan bijaksana, jangan cepat tersulut emosi,” imbuh Yusra, Senin (2/11).
Tindakan positif harus segera diambil dalam rangka meredam kemarahan warga BMR saat ini. Bila perlu, laporkan ke pihak berkompeten untuk mengukur sejauh mana dugaan kesalahan dari konten teater yang telah dipublis itu. “Kita ambil langkah yang lebih bagus, tanpa mengabaikan dugaan kesalahan yang telah dilakukan oleh pihak penginisiasi maupun pembuat teater tersebut,” kata Yusra.
Diketahui, pagelaran teater Pingkan Matindas: Cahaya Bidadari Minahasa yang dipentaskan oleh oleh Institut Seni Budaya Independen Manado (ISBIMA) di gedung eks-kantor DPRD Sulawesi Utara, Sabtu lalu disutradai oleh Achi Breyvi Talanggai dan ditayangkan secara live streaming di Kawanua TV Manado.
Wajar bila warga BMR marah, sebab tokoh yang diagungkan warga suku Mongondow (BMR) adalah Raja Loloda Mokoagow, digambarkan tewas ditangan prajuritnya sendiri atas perintah Pingkan, dan parahnya lagi potongan kepalanya ditenteng dan dipertontonkan ke hadapan penonton. “Dugaan rasisme dalam beberapa potong adegan ada, maka hal itu harus dipertanggungjawabkan pihak yang membuat isi cerita,” kata Yusra.
Kata Yusra, lakon itu pasti sangat melukai masyarakat adat BMR. Sebab leluhur Datu Loloda Mokoagow, diduga dalam pentas itu digambarkan tak manusiawi. “Maka penggagas acara itu, serta pihak terkait terutama sutradanya harus bertanggungjawab, dan memberikan penjelasan kenapa ini bisa terjadi,” kata Yusra.
Disisi lain, momentum politik seperti ini harusnya tak ada kejadian yang bisa mengarahke perpecahan, terlebih dalam situasi Covid-19. Dia juga menyayangkan, karena informasi dia dapat, ada pihak pemerintah yang hadir saat itu. Penyelenggara kegiatan harusnya menyortir isi teater sebelum dipentaskan. “Harusnya di filter dulu, sebelum dipertontonkan ke hadapan umum. Sebab ada simbol-simbol yang tak harus dipublis karena bisa menyinggung perasaan warga, suku bangsa pemilik simbol itu,” tegas Yusra.
Maka, diapun meminta pertanggungjawaban atas sumber kegaduhan yang muncul saat ini. Di media sosial telah tergambar kemarahan, jangan sampai ini menjadi pemicu perpecahan. Pemerintah dan aparat harus segera mengambil langkah sebelum hal ini menjadi konflik. “Kami harapkan, ketegasan dan secepatnya diselesaikan agar tidak menambah kemarahan suatu suku tertentu yang akhirnya bisa menimbulkan perpecahan,” tegasnya.
Konni Balamba