Pilbem UNG 2023 : Proses Yang Tidak Layak Dihormati!

0
1121

Oleh: Gugun Pohontu
(Mahasiswa UNG)

OPINI – SETELAH menahan diri cukup lama, sekarang saya memutuskan untuk angkat suara, mewakili diri saya sendiri, dan mungkin sebagian besar mahasiswa UNG yang punya kejengkelan yang sama tentang bobroknya proses pemilihan BEM UNG tahun ini.

Tulisan ini jangan ditafsirkan sebagai manuver atau langkah taktis penuh intrik, sekali lagi, jangan! Sebab saya tidak punya kepentingan apa-apa dengan jabatan, selain hanya ingin melihat proses pemilihan BEM UNG bermutu dan menjadi ‘rule model’ untuk kampus lain di Gorontalo.

Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, proses pemilihan BEM yang sampai saat ini berlangsung di kampus kerakyatan itu hanya menjadi bahan tertawaan di luar sana. Bagaimana tidak, pesta demokrasi berubah menjadi pentas komedi. Penuh dengan tindakan kocak yang mengundang tawa sekaligus menggelikan. Saya menikmatinya sebagai kedangkalan.

Deretan komedi itu di antaranya, mulai dari demo dibalas demo, regulasi yang kacau balau, Panwas yang terkesan tidak berguna, KPL yang mengangkangi rekomendasi Panwas, hingga yang terakhir, dan ini yang paling kocak: tidak sampai satu hari pihak rektorat menarik Surat Edaran Tentang Diskresi Pelaksanaan Pilbem yang dikeluarkan oleh Wakil Rektor III yang memuat ketentuan pengulangan tahapan pemilihan yang baru saja dikeluarkan. Sangat berantakan!

Sebenarnya, yang menjadi dalang dari seluruh komedi ini adalah regulasi yang tidak dipersiapkan secara matang, amburadul, dan asal jadi. Sehingga tidak mengatur sistem pemilihan secara menyeluruh dan seutuhnya logis. Ini mungkin karena pihak kampus, dalam hal ini WR III, tidak menempatkan agenda demokrasi mahasiswa dalam agenda prioritas.

Akibatnya, ketika terjadi dinamika yang kuat, tidak ada peta jalan untuk menuntun penyelesaian konflik secara elegan melalui cara-cara demokratis yang taat hukum. Tiba masa tiba akal, semua hanya mengandalkan kekuatan massa, pemilihan BEM rentan didikte oleh kepentingan golongan dan bukan dituntun oleh aturan.

Coba kita perhatikan, regulasi yang menjadi payung hukum pemilihan BEM mulai dari SK Rektor Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemilihan BEM, Peraturan KPL, dan SK Rektor Tentang Pelaksanaan Panitia Pengawas Pemilihan BEM. Dua aturan pertama, hanya mengatur tentang hal-hal teknis pelaksanaan tahapan pemilihan saja. Itu pun masih banyak yang amburadul (tentang kekacauan regulasi, silakan baca tiga tulisan Senma FH UNG).

Lebih lanjut, soal SK Rektor Tentang Panitia Pengawas, ketentuannya sangat-sangat abstrak. Di dalamnya memang memuat tugas dan wewenang Panwas, tapi tidak ada pengaturan rinci soal itu. Pelaksanaan fungsi pengawasan panwas itu memang diatur di SK Rektor tentang tata cara Pilbem dan peraturan KPL, tapi hanya pada masa sanggah. Di luar masa sanggah, panwas tidak punya petunjuk teknis untuk melaksanakan fungsinya yang lain. Itu pun hanya pasangan calon yg dinyatakan lolos verifikasi yang punya hak menyangga, selain itu tidak boleh. Minim partisipasi publik.

Ini membuat Panwas akhirnya terbatas dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Jadi, jangan heran kalau Panwas seringkali buntu dan buta dalam menjalankan fungsinya. Di luar masa sanggah, lembaga ini menjadi tidak ada gunanya sama sekali, padahal fungsinya sangat penting di setiap tahapan untuk menjaga agar demokrasi tetap sehat.

Jadi jangan heran, kalau kemarin KPL mengangkangi surat rekomendasi Panwas yang memuat ketentuan tidak meloloskan Pasangan Calon koalisi FOK-FMIPA, dengan memutuskan hal sebaliknya: meloloskan bakal pasangan calon tersebut. Ini dikarenakan asumsi bahwa surat rekomendasi tersebut tidak dalam konteks masa sanggah. Bobrok, memang.

Hal lain yang membuat kita melihat panwas menjadi tidak berguna adalah kalau ada persoalan yang sebenarnya belum masuk dalam kategori keadaan memaksa, selalu larinya ke Wakil Rektor III. Ini kan aneh, padahal sebagai lembaga, mereka telah dimandatkan kewenangan oleh rektor untuk menangani pelanggaran pesta pemilihan BEM. Kalau apa-apa harus ke WR III, lebih baik tidak perlu ada Panwas, langsung WR III saja yang turun langsung. Di sisi lain, hal ini mengindikasikan bahwa personil yang berada dalam Panwas itu kemungkinan tidak kompeten dan tidak profesional.

Sederhananya, regulasi yang disebutkan di atas, selain tidak dibangun dengan logika yang utuh, tidak sistematis, dan tidak komprehensif, juga tidak didukung oleh personil yang mampu untuk menjalankan tugas. Sehingga ke depannya, yang menjadi pelaksana baik KPL atau Panwas harus diseleksi dengan baik, bukan main tunjuk.

Jadi, jangan heran kalau kita menyaksikan proses pemilihan BEM UNG hari ini kacau balau dan tidak layak untuk dijadikan tontonan, sebab dinamikanya sudah kebablasan, tabrak sana tabrak sini. Baik mahasiswa maupun lembaga tidak lagi menghormati hukum. Kita sudah tidak tahu yang mana pemain dan yang mana wasit. Demokrasi sudah menjadi anarki, sebab tidak lagi dituntun oleh regulasi.

Lebih jauh, dinamika tadi malam itu, di mana pihak rektorat melalui WR III menarik Surat Edaran Tentang Diskresi Pelaksanaan Pilbem yang belum genap sehari, adalah skandal dalam demokrasi UNG. WR III, Panwas, dan KPL kehilangan wibawanya sebagai lembaga. Ini karena mereka tutup mata dengan aturan dan justru takluk pada oleh aksi yang tendensius.

Padahal putusan untuk mengulang tahapan melalui SE Tentang Diskresi Pelaksanaan Pilbem merupakan hal yang sudah tepat, karena memang ada pelanggaran aturan, serta regulasi yang sudah terlanjur kacau. Mereka justru menarik ulang putusan tersebut dan memilih untuk melanjutkan tahapan melalui Surat Edaran No. 545/2023. Lucunya, dalam SE tersebut penulisan nomor surat dari Surat Edaran yang ditarik, yakin SE Tentang Diskresi Pelaksanaan Pilbem, keliru: harusnya surat edaran tersebut bernomor 437, tapi dalam ketentuan ditulis 452. Lantas, surat edaran mana sebenarnya yang ditarik?

Seandainya lembaga punya wibawa, harusnya yang menjadi acuan bertindak adalah aturan, bukan teriakan apalagi amukan. Lembaga bukan juga hewan ternak, yang harus dikendalikan dengan teriakan; lembaga juga bukan maling ayam yang harus diserbu dengan amukan massa. Peristiwa tersebut, menjelaskan bahwa lembaga sedang menunjukkan kelemahannya. Lembaga seperti pemeran drama yang lupa peran, akhirnya dia melawak di atas panggung. Ajaib.

Sekarang, seluruh kekacauan itu membuahkan hasil dengan ditetapkannya calon tunggal sebagai pemenang. Ini pun sudah merupakan ketentuan yang diatur dalam regulasi. Lantas, apakah proses itu demokratis? Dengan jujur saya katakan, tidak. Tidak ada kompetisi ide, mahasiswa tidak diberi ruang untuk menentukan sikap dan pilihannya. Kalaupun ingin disebut demokrasi, demokrasi macam apa yang pemimpinnya dipilih tanpa melibatkan publik.

Pemilihan BEM UNG tahun ini, sebagai sebuah proses, jelas tidak ada yang layak dihormati. Sebab sedari awal proses ini memang sudah mempertontonkan banyak skandal. Proses yang berantakan sudah pasti hasilnya akan demikian. Sekali lagi proses ini tak ada yang layak dihormati dan dirayakan sebagai pesta politik, selain bahwa ini pelajaran yang jangan sampai terulang di kemudian hari. Bahwa ke depan sudah menjadi agenda bersama untuk menata proses pemilihan di UNG agar lebih rapi dan demokratis.

Salah satu ikhtiar untuk merapikan ini semua adalah dengan mendorong pihak kampus untuk membuat regulasi berupa peraturan rektor tentang pemilihan BEM UNG, seperti undang-undang pemilu di level negara, yang menjadi payung hukum yang komprehensif, partisipatif, dan jangka panjang, yang menjadi ‘pemandu’ yang jelas dalam proses pemilihan BEM. Tentu saja, karena ini menyangkut urusan mahasiswa, maka pastikan mahasiswa harus dilibatkan dalam proses pembuatannya.

Terlepas dari siapa dan kepentingannya apa, saya kira, demokrasi yang bermutu adalah kepentingan dan hak kita semua. Bukan hanya untuk kita hari ini tapi juga untuk generasi mahasiswa di masa yang akan datang. Kita mendambakan demokrasi yang benar-benar mendidik dan taat hukum. Meminjam kalimat Mahfud MD, “Demokrasi tanpa konstitusi adalah anarki”.

Alerta!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.