TNews, POLITIK – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui belum memiliki pakem aturan soal ongkos jasa untuk tim pemenangan atau timses saat pemilihan umum (Pemilu).
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menilai aturan ongkos jasa timses termasuk dalam praktik money politics (politik uang) atau diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur bentuk biaya jasa timses saat kampanye.
“Transportasi itu harus tugasnya KPU. PKPU menyusun standard transportasi dan akomodasi pada saat pelaksanaan kampanye,” kata dia di kompleks parlemen, Selasa (15/11).
Namun, PKPU selama ini mengatur ongkos untuk jasa timses, hanya boleh diberikan dalam bentuk non-uang yang senilai sekitar Rp75 ribu.
Namun, aturan itu dinilai tak relevan di lapangan karena kondisi yang berbeda antardaerah.
“Ini kan tidak kemudian aplikatif di lapangan. Misalnya Anda dikasih dalam bentuk literan bensin, mungkin enggak? Kan enggak mungkin. Voucher? Kita di Jakarta deket SPBU, di daerah Sumatra jauh-jauh,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengaku akan membahas soal itu lebih lanjut dengan KPU, dengan melihat fakta di lapangan dan masukan dari unsur partai.
“Nanti kami rundingkan dulu. Nanti bukan hanya pendapat saya, harus pendapat lembaga,” ujar Bagja.
Hal tersebut disampaikan setelah Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus meminta Bawaslu membedakan antara transaksi money politics dan ‘uang jalan’ untuk tim pemenangan atau timses saat pemilu.
Menurut Guspardi, ‘uang jalan’ berbeda dengan money politics. Menurutnya, uang jalan diberikan atas jasa kerja-kerja pemenangan alias bukan cuma-cuma.
“Kami mengundang tim-tim sukses kami, tim sukses pasti harus dibayar uang transport, pakai list, lalu ini dikatakan money politics,” kata Guspardi di rapat Komisi II DPR dengan Bawaslu, Selasa (15/11).
Sumber: cnnindonesia.com