Fenomena Kesurupan dari Sudut Pandang Medis

0
413

Kesurupan sering kali dikaitkan dengan hal berbau gaib, hantu, dan mistisisme. Beberapa masyarakat percaya bahwa kesurupan terjadi karena makhluk gaib mencoba memasuki tubuh manusia. Bagaimana menurut sudut pandang kedokteran? Dari sisi kedokteran, kesurupan bukan lagi fenomena baru. Kesurupan juga sudah dipelajari secara medis sejak lama. Dalam dunia medis, kesurupan lebih dikenal sebagai dissociative trance disorder (DTD). Kesurupan sebenarnya adalah gangguan mental. Seseorang yang mengaku mengalami kesurupan bisa merasa dirinya jadi orang lain. Seperti merasa jadi harimau, merasa jadi jelmaan makhluk halus, bahkan bisa merasa menjadi sebuah benda. Selain itu, kesurupan juga erat kaitannya dengan lingkungan.

Seseorang yang tinggal di lingkungan masyarakat yang percaya akan hal mistis dan fenomena kesurupan, maka memiliki kecenderungan untuk lebih mudah ‘kesurupan’. Betapa tidak, orang tersebut telah mengenal konsep kesurupan sejak lama. Kesurupan juga bisa dipandang dari sisi neurosains. Dokter spesialis bedah saraf, Ryu Hasan mengatakan, kesurupan sepenuhnya adalah akibat dari aktivitas otak yang menyangkut emosi, memori, dan motorik. “Kalau kita masuk ke dunia neuroscience, apa sih kesurupan? Kesurupan itu adalah aktivitas dari otak. Ada aktivitas emosi, ada memori, ada motorik,” kata Ryu dalam diskusi bersama Ask The Experts Edisi 226, beberapa waktu lalu. Ryu mengatakan, kesurupan bukan terjadi karena ada zat mistis yang berusaha masuk ke dalam tubuh. Kesurupan lebih didasari oleh lingkungan dan kebiasaan masyarakat tertentu. Kesurupan juga murni karena aktivitas otak manusia.

Proses Neuropsikologis, Saat Otak Kebanjiran Dopamin

Ryu mengatakan, kesurupan pada dasarnya adalah proses neuropsikologis. Artinya adalah aktivitas otak yang menghasilkan sifat mental dan motorik yang berbeda dari dirinya sendiri. Pada kondisi ini, otak akan merekam memori, mengulangnya dalam diri seseorang, dan berubah menjadi sifat mental dan motorik yang berbeda dari keadaan orang tersebut pada keadaan normal. Sederhananya, seseorang mungkin akan mengaku mengalami kesurupan dan tiba-tiba bicara bahasa Arab. Saat itu, otak sedang merekam memori berulang tentang bahasa Arab. Orang itu mungkin tak pernah belajar bahasa Arab, tapi ia mendengarkan pengajian, atau lantunan lagu dalam bahasa Arab sehingga terekam dalam alam bawah sadar dan terulang.

Orang yang mengaku kesurupan juga mungkin akan merasa dirinya menjadi macan atau ular, atau hewan lainnya, hanya karena dia pernah melihat binatang tersebut. Otak kembali merekam adegan yang biasa dilakukan hewan dan membuat tubuh memperagakan diri seakan-akan menjadi hewan tersebut. “Kesurupan melibatkan memori. Jadi, ketika orang tidak pernah melihat kanguru, dia enggak mungkin kesurupan jadi kanguru. Ini yang namanya kesurupan yang pada dasarnya melibatkan banyak sirkuit di otak kita,” kata Ryu. “Orang yang kesurupan itu memori di otaknya selalu recall [berulang], dia juga melibatkan sirkuit emosi di otak, dia bisa membedakan mana orang yang suka dan tidak, termasuk juga melibatkan sirkuit motoriknya,” sambungnya.

Ryu juga mengatakan, otak seseorang yang mengalami kesurupan sedang mengalami ‘kebanjiran’ oksitosin dan dopamin. Otak akan merasa sensasi ‘ramai’ dan segala macam emosi. Namun, dopamin sendiri akan memberikan rasa tenang pada otak sehingga orang yang telah kesurupan akan merasa rileks. “Otak ‘banjir’ oksitosin dan dopamin yang tidak seperti biasanya. Entah itu sirkuit emosi atau memori. Segala rasa ada di sana, dan ini yang membuat orang kesurupan itu cenderung berulang, ketagihan. Sebab orang sudah kesurupan, dia merasa nyaman karena ada dopamin,” jelas Ryu.

Bentuk Cari Perhatian

Ryu juga menjelaskan bahwa orang kesurupan sebenarnya adalah orang terpinggir dalam kelompoknya, sehingga dia mencari perhatian lebih. Salah satu caranya untuk mendapat perhatian adalah dengan kesurupan. Itu sebabnya kesurupan selalu ketika berada keramaian orang. “Sebetulnya orang kesurupan itu pada dasarnya mencari perhatian. Kesurupan itu tidak pernah saat sendirian, kejadian kesurupan itu selalu di depan orang,” kata Ryu. Pada saat orang mengalami DTD, dia akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama dia akan menjadi rileks karena otak ‘kebanjiran’ dopamin, dan kedua, dia akan mendapat perhatian dari sekitarnya.

Kesurupan di keramaian juga cenderung menular karena alam bawah sadar orang lain di sekitarnya menyadari bahwa ia akan mendapat perhatian. Selain itu, jika orang-orang di sekitarnya juga sudah mengenal konsep ‘kesurupan’, maka ia akan lebih mudah ikut-ikutan kesurupan. “Jadi, ya, memang kesurupan itu cenderung menular, karena orang-orang di sekitarnya mencatat bahwa ada perhatian yang diberikan, dia jadi ikut-ikutan kesurupan,” tuturnya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.