Penjara Tahun 1850 Ini Pernah Menahan Tokoh Nasional yang Melawan Penjajah

0
287

TNews, SEJARAH – Eks bangunan Penjara Kalisosok menjadi penjara bersejarah di Surabaya. Sebab, beberapa tokoh nasional perjuangan kemerdekaan sempat menjalani kehidupan di dalam penjara, karena melawan penjajah Belanda kala itu. Menurut Sejarawan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Purnawan Basundoro, penjara yang dulunya bernama Binnenboei ini, menjadi tempat tahanan bagi beberapa tokoh nasional pada masa perjuangan. Para tokoh nasional perjuangan ditahan bersama dengan tokoh pers kala itu, yang sering mengkritik pemerintahan Belanda.

“Pak Cokroaminoto (Serikat Islam), WS Supratman sempat di situ, aktivis pers keturunan Tionghoa, Kwee Tiam Tjing disekap selama beberapa bulan di situ juga. Orang-orang pers banyak yang masuk penjara di situ karena mengkritik pemerintah kolonial,” ujarnya, Jumat (19/3/2021). Selain tokoh nasional yang disebut, Purnawan memperkirakan masih banyak tokoh nasional yang mendekam beberapa tahun di Penjara Kalisosok. “Pejuang masa revolusi saya kira juga banyak yang ditangkapi dimasukkan di situ. Karena satu-satunya penjara di Surabaya ya di situ, di Penjara Kalisosok. Sekarang Surabaya malah nggak punya penjara,” ujarnya.

Pada saat zaman Belanda, tepatnya tahun 1850 Kota Surabaya hanya memiliki satu penjara. Yaitu Penjara Kalisosok di Jalan Kasuari. Penjara dengan luas sekitar 3,5 hektare yang dulunya bernama Binnenboei ini dikenal sangat ketat. Bahkan, tahanan-tahanan tertentu diberi bandul bola besi dan kakinya dirantai agar tidak lari. “Di sana selain dikurung, pada zaman kolonel tahanan dirantai kakinya dan dibandul besi para penjahat yang dianggap berbahaya,” kata Purnawan. Purnawan menjelaskan, Penjara Kalisosok, memiliki kamar sel tahanan. Rata-rata luasannya hanya 2,5×4 meter. Dalam satu kamar disekat menggunakan triplek menjadi dua bagian.

Di bagian belakang digunakan untuk tidur sudah dicor. Kemudian, lebarnya sekitar 60×160 cm. Untuk sanitasi, disediakan tong atau semacamnya. “Ruang penjaranya amat kecil, karena ruang berukuran kira-kira 2,5 x 5 meter dibagi menjadi dua depan-belakang. Sehingga tak terbayangkan susahnya jika ruang tersebut diisi beberapa orang,” jelasnya. Dia menjelaskan bangunan cagar budaya ini terkenal sangat kokoh. Bahkan temboknya tidak bisa dipaku. Bagi sejarawan Unair ini, bangunan pada zaman kolonial memang kuat-kuat. “Di atasnya juga dicor atapnya. Sehingga penjahat nggak bisa lari,” pungkasnya.

 

Sumber : detik.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.