TOTABUANEWS, JAKARTA – Sidang Paripurna Dewan Pimpinan Daerah berlangsung ricuh, Senin, 11 April 2016. Pangkal persoalannya, sejumlah anggota DPD ada yang mendesak mengajukan mosi tidak percaya kepada Pimpinan DPD dengan naik ke podium. Padahal, mosi tidak percaya itu tidak ada dalam agenda utama Paripurna DPD. Agenda sidang saat itu adalah mendengar laporan hasil reses di daerah-daerah.
Kericuhan bermula ketika anggota DPD RI perwakilan Provinsi Sulawesi Utara Benny Rhamdhani menginterupsi Ketua DPD RI Irman Gusman yang saat itu sedang membacakan agenda paripurna. Benny menyela dan mendesak agar dia bisa membaca surat pernyataan yang telah ditandatangi anggota DPD lainnya di depan podium.
Tanpa menunggu persetujuan dari Pimpinan DPD RI yang ada di sana, Benny langsung maju ke podium dan membacakan surat pernyataan. Hal tersebut memunculkan reaksi dari peserta sidang. Pimpinan DPD, yakni Farouk Muhammad, Irman Gusman, dan GKR Hemas, mencoba mengingatkan Benny untuk turun ke podium karena pembacaan agenda belum selesai dilakukan.
Sementara reaksi anggota sidang terbelah. Beberapa ada yang mendorong agar Benny tetap berada di podium, namun ada juga mengingatkan agar Benny turun dari podium. Kondisi itu membawa kekacauan pada jalannya persidangan. Sidang harus diskors selama kurang lebih 15 menit untuk menyelesaikan kekacauan tersebut.
Setelah perdebatan yang alot, akhirnya pembacaan pernyataan dari Benny tersebut diakomodir. Pimpinan DPD GKR Hemas mengatakan, pembacaan surat pernyataan dari Benny bisa dibacakan dalam sidang paripurna. Setelah itu, agenda sidang menyampaikan hasil serapan anggota dewan dalam menampung aspirasi di daerah pun dilanjutkan kembali.
Awal mula kekisruhan dalam sidang paripurna itu bisa dirunut ke Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan III DPD RI Tahun 2015-2016, 17 Maret 2016. Salah satu agenda saat itu adalah penetapan Revisi Tata Tertib DPD RI.
Irman menolak untuk menandatangani Revisi Tata Tertib DPD RI karena dianggap banyak yang bertentangan dengan peraturan. Dalam Tatib yang baru itu juga dibahas tentang pemangkasan masa jabatan pimpinan yang semula 5 tahun, menjadi 2,5 tahun. Sebagian anggota DPD tidak menerima sikap Pimpinan DPD itu, dan berlanjut dengan penggalangan mosi tidak percaya.
Benny Ramdhani mengatakan, telah menyampaikan surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD. “Surat itu disampaikan atas dua pelanggaran kode etik yang berat,” katanya sebelum Sidang Paripurna DPD RI, Senin, 11 April 2016.
Pelanggaran pertama, kata dia, pimpinan DPD RI tidak mau menandatangani hasil keputusan Paripurna yang berkaitan dengan pengesahan Tatib DPD. Padahal, Paripurna adalah forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di lembaga DPD.
Pelanggaran kedua, ujar Benny menambahkan, Irman Gusman dan Farouk Muhammad menutup secara sepihak dan tanpa persetujuan, forum sidang paripurna pada 17 Maret 2016.
Tim Totabuanews