TOTABUANEWS, KOTAMOBAGU – Komunitas Jurnalis Bolaang Mongondow Raya, akan menyelengarakan pemutaran film yang berjudul ASIMETRIS. Film dengan durasi 68 menit ini akan diputar di Kampus Universitas Dumoga Kota Kotamobagu, Jumat (14/04/2018) esok,
Film ini merupakan perjalanan sejauh 14.000 kilometer menggunakan sepeda motor, videografer Dandhy Laksono dan Suparta Arz tiba di Kalimantan, yang sedang berada di puncak tragedi kabut asap. Keduanya mencari tahu dan merekam apa sesungguhnya penyebab bencana lingkungan yang berdampak pada 69 juta jiwa manusia itu.
Salah satu sorotannya adalah kepada industri perkebunan kelapa sawit yang luasnya kini mencapai 11 juta hektar atau hampir sama dengan luas pulau Jawa. Selain Kalimantan, kisah yang diangkat juga meliputi Sumatera hingga Papua tengah menghadapi masuknya perkebunan komoditas dunia itu.
Film ASIMETRIS tak hanya melihat lebih dekat bagaimana dampak industri perkebunan penghasil devisa terbesar itu bagi masyarakat dan lingkungan, juga menyuguhkan bagaimana pengaruh industri ini dalam pemerintahan, aparat keamanan, hingga kalangan media. Bahkan terhadap diri kita dari kamar mandi, dapur, sampai kendaraan.
Film ini juga melihat bagaimana dukungan lembaga-lembaga keuangan global dan siapa saja yang sesungguhnya paling diuntungkan, selain 16 juta rakyat Indonesia yang memang ikut menggantungkan hidupnya pada industri ini.
Karena skala masalah yang dibahas cukup luas dan menghindari hitam putih, tim Ekspedisi Indonesia Biru dibantu 11 videografer dari berbagai daerah untuk mengumpulkan keping-keping cerita di lapangan yang terjadi antara 2015-2018 agar tetap aktual.
ASIMETRIS adalah film kesembilan dari hasil perjalanan ekspedisi setelah “Samin vs Semen”, “Kala Benoa”, The Mahuzes” dan lima film lainnya yang juga didukung oleh Watchdoc. Sejumlah organisasi lingkungan dan individu-individu juga ikut memberi dukungan, baik sepanjang perjalanan ekspedisi, hingga selesainya porses produksi film ini.
Selain juga karya-karya independen yang diputar di jaringan bioskop seperti “Yang Ketu7uh” (2014), atau ajang festival seperti “Kiri Hijau Kanan Merah” (2009), “Alkinemokiye” (2011), “Belakang Hotel” (2014), “Rayuan Pulau Palsu” (2016), dan “Jakarta Unfair” serta “Epilog” (2017).
Supardi Bado, Koordinator pemutaran film ini mengatakan, bahwa semua pihak bisa datang ikut menonton dan gratis. Bagi kawan-kawan jurnalis, mahasiswa, aktifis lingkungan, politisi, silahkan datang di Kampus UDK jam 14.00 Wita.
Sementara itu, salah satu Dosen di UDK, Hendratno Pasambuna, menyambut baik pemutaran film ini. Menurutnya, film ini bagus untuk para mahasiswa apalagi soal lingkungan dan masalah kehutanan. “Kami civitas UDK siap kerja sama dengan rekan-rekan jurnalis untuk pemutaran film nanti,”kata Dosen Fakultas Kehutanan ini.
TIM TOTABUANEWS