TOTABUAN.NEWS, KOTAMOBAGU – Meningkatnya volume sampah pasca Lebaran, memunculkan berbagai tanggapan warga Kotamobagu. Berdasarkan penelusuran media ini, sejumlah titik umum, termasuk beberapa lapangan yang sempat digunakan sholat saat Idul Fitri menyisakan banyak sampah. Eks RSUD Datue Binangkang misalnya, setelah dijadikan pusat Bazar Ramadhan, atau Pasar Senggol, sempat terlihat seperti lautan sampah, setelah ditinggalkan penjualnya. “Iya, prihatin juga. Sudah seharusnya ada kesadaran dari warga. Tidak nanti menunggu petugas kebersihan. Kan sayang, akhirnya terkesan tidak ada tanggungjawab. Selesai momen, selesai jualan, ya selesai juga. Tidak peduli dengan sampah,” kata Ramli Mamonto, warga Motoboi Kecil, Senin, (10/06/2019).
Tindakan hidup bersih dan bebas sampah seharus tidak bergantung pada jasa petugas kebersihan, pun pemerintah saja. “Kalau dari kecil kita diajarkan bagaimana lama proses diuraikannya sampah, terutama sampah plastik, diajarkan bagaimana pengetahuan seputar sampah, pasti dengan sendiri kita akan bertanggungjawab, paling tidak untuk sampah yang diproduksi diri sendiri,” jelasnya.
Meski demikian, pemerintah juga harus punya peranan yang besar untuk mengkampanyekan dan menindaklanjuti soalan sampah ini. “Perlu, harus ada Perwako atau sanksi tegas terhadap pelanggar-pelanggar sampah. Agar ini sejalan dengan program dan berbanding lurus dengan diterimanya penghargaan Adipura selama ini. Dan bukan sebaliknya,” ujarnya.
Fenomena sampah Kotamobagu, juga turut mendapat reaksi aktivis pemerhati lingkungan hidup, dengan mempostingan sejumlah foto di fesbuk.
Dalam unggahannya, akun dengan nama Langit Arroyan ini, terlihat tengah berfoto di tengah hamparan sampah di eks RSUD Datoe Binangkang, juga menyertakan hasil penilaian Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tentang kota terkotor di Indonesia, dengan caption “Congratulation” pada 8 Juni lalu.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup, (DLH) Kotamobagu, Alfian Hasan mengatakan, pemerintah terus memaksimalkan upaya dalam mengatasi sampah. “Memang untuk masalah sampah ini, butuh kerjasama. Apalagi sudah ada program Walikota terkait penggunaan tumbler, guna mengurangi penggunaan air mineral kemasan, untuk menekan produksi sampah plastik,” katanya.
Dibanding daerah lain, Kotamobagu sudah punya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sebenarnya jauh lebih baik, meski masih banyak yang kurang dan mesti ditingkatkan. “Kerap kali mendapat penghargaan Adipura, harusnya menjadi motivasi kita, khususnya saya sendiri untuk bagaimana berupaya melakukan yang terbaik. Tentu semua itu, ada indikasi penilaiannya.”
Terpisah, Kepala Sub Bagian Perencanaan DLH, Indrawan Mokoginta, saat disambangi Totabuan.News menjelaskan, saat ini produksi sampah Kotamobagu mencapai 62 ton per harinya. “Ini sudah mencakup semua, kan yang masuk TPA itu residu, dia terbagi dua, yaitu penanganan dan pengurangan. Pengurangan seperti kompos/pengomposan dan bank sampah. Kalau dikalikan, yang tertangani bisa 70 – 80 persen. Sisanya, masuk ke bang sampah atau ke pemulung, juga pengomposan tadi” jelasnya.
Menurutnya, berdasarkan penelitian ahli, kapasitas TPA Kotamobagu bisa dipergunakan sampai 2 tahun ke depan. Untuk mengatasi hal ini, pihaknya telah memasukkan penambahan lahan ke dalam RKA. “Rencananya per tahun ditambah satu hektar, hanya saja kendalanya ada pada terapan harga jual masyarakat yang tinggi sekali, mungkin karena mereka pikir yang beli pemerintah.”
Harus diakui, lanjutnya, penanganan sampah di Kotamobagu masih belum bisa dikatakan baik, hanya saja dibandingkan dengan daerah lain, Kotamobagu sudah selangkah jauh lebih maju. “Terbukti dengan banyaknya kunjungan studi banding, daerah tetangga, bahkan provinsi tetangga yang ingin belajar tata cara pengelolaan sampah di Kotamobagu. Jadi tidaklah objektif jika hanya melihat sepihak.”
Selain itu, dijelaskannya, Kotamobagu sudah memiliki terapan pajak sampah. Untuk industri atau pertokoan, juga sampah rumahtangga biasa bagi warga. “Ini langsung lewat Kelurahan. Nanti pihak kelurahan uang mengkoordinasikan ke kita. Ya harapannya, ini bisa membuka kesadaran masyarakat termasuk pelaku industri untuk lebih bertanggungjawab terhadap sampah. Kalau target pajak kita 1,3 Miliar, yang tercapai 23,38 persen.”
Dirinya mengimbau, masyarakat untuk berkerjasama, dan lebih bertanggungjawab dalam mengurangi produksi sampah di Kotamobagu.
Diketahui, untuk mengatasi persoalan sampah, Kotamobagu saat ini memiliki 13 unit armada angkut berupa Damp Truck, Amrol 4 unit, Kendaraan Roda Tiga 5 unit, countener 5 unit. dan tenaga petugas 110 yang sudah tercover BPJS lunas hingga 2020, dengan gaji rata-rata:
Tukang sapu Rp. 2.000.000,00
Sopir dump track Rp. 2.500.000,00
Kenek Rp. 2.000.000,00
Peliput : Neno Karlina