TNews, HUKRIM – KPK membuka penyidikan baru terkait kasus suap dari mantan Presiden Lippo Group, Eddy Sindoro. Namun, KPK belum menjelaskan siapa tersangka di kasus ini. “Setelah KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dari fakta-fakta penyidikan, maupun persidangan. Saat ini KPK telah menaikkan status penyidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan perkara dari ES (Eddy Sindoro) dkk,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat (16/4/2021). KPK menyebut penyidikan ini terkait gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ali mengatakan TPPU itu terkait dugaan pembelian aset-aset dari hasil suap.
“Selain itu, juga telah dilakukan penyidikan dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Penerapan TPPU ini, karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya,” ujar Ali. Ali mengatakan tersangka dan konstruksi kasus akan disampaikan dalam konferensi pers resmi oleh pimpinan KPK. “Apabila kegiatan penyidikan telah cukup, KPK akan menginformasikan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Sebelumnya, Eddy Sindoro divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Eddy Sindoro terbukti bersalah menyuap Edy Nasution selaku panitera pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu. “Menyatakan terdakwa Eddy Sindoro telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata hakim ketua Hariono saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2019). Eddy Sindoro dinyatakan bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Uang tersebut diberikan agar Edy Nasution berkaitan dengan proses perkara di PN Jakarta Pusat.
Uang itu disebut diberikan agar Edy Nasution menunda pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana atau PT MTP dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited atau PT AAL meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang. Dalam istilah hukum, aanmaning merupakan peringatan berupa pemanggilan pada pihak tereksekusi untuk melaksanakan perkara persidangan serta hasil keputusannya secara sukarela. Untuk pengurusan pengajuan peninjauan kembali yang sudah kedaluwarsa itu, Edy Nasution meminta Rp 500 juta. Permintaan Edy Nasution disetujui Eddy Sindoro. Dalam proses persidangan, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi pernah dihadirkan menjadi saksi. Nurhadi saat itu mengakui pertemuannya dengan Eddy Sindoro. Setidaknya ada 3 kali pertemuan yang terjadi.
“Pertemuan pertama terkait kesehatan pengobatan alternatif. Saya kenalkan ada namanya Pak Sulasman. Sering Pak Sulasman saya panggil ke rumah, teman-teman saya yang lain ikut pengobatan di rumah,” kata Nurhadi saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dagang perkara dengan terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019). Pertemuan kedua yang berlangsung di rumah Eddy Sindoro disebut Nurhadi terjadi saat lamaran dan pernikahan anak Eddy Sindoro yang bernama Michael Sindoro. Nurhadi mengaku diundang menghadiri acara itu. Pertemuan terakhir di Plaza Indonesia kemudian disebut Nurhadi berlangsung santai. Mereka membahas hal-hal semacam kesehatan hingga hobi Eddy Sindoro mengoleksi kendaraan antik.
Sumber : detik.com