Hun dan Su’a Lain, Sepasang Batu yang Mengembara di Maluku

0
110

TNews, SEJARAH – Kisah sepasang kekasih yang terpaksa berpisah selalu ada dalam setiap legenda yang populer di banyak negara. Jika kisah ‘Romeo and Juliet’ karangan William Shakespeare berlokasi di Verona, Italia, maka di Indonesia kisah pasangan yang berpisah salah satunya bisa dilihat dalam bentuk bukit batu di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bukit Termanu namanya. Bukit ini berlokasi di Nusak Termanu, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao. Mengutip penjelasan dari situs resmi Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Bukit Termanu terdiri dari dua bagian dengan posisi terpisah.

Dua batu tersebut ialah Batu Hun dan Su’a Lain. Keduanya juga disebut Batu Mbadar atau Batu Bapa la. Dari legenda yang beredar di masyarakat, Batu Hun yang berada di barat digambarkan sebagai pria dan Su’a Lain yang berada di timur sebagai wanita. Keduanya ialah sepasang suami istri. Kedua batu ini dipercaya melakukan pengembaraan demi mencari kedamaian dalam hidup. Ada yang mengatakan kalau batu ini berasal dari Amfoang di Kupang, ada juga yang berkata batu ini berasal dari Pulau Seram di Maluku.

Awalnya kedua batu mengembara sampai di Ndao, namun lingkungan hidup di sana tidaklah harmonis. Mereka lalu diusir. Kemudian Bukit Termanu mengembara ke Lole, dan di sana mereka mendapat seorang anak yang dinamai Nusa Lai – kini menjadi pulau di sebelah selatan Lole. Tak lama, terjadi pertengkaran dengan penghuni Lole. Maka mereka melanjutkan pengembaraan hingga ke Termanu. Di sanalah mereka menetap sampai sekarang. Selain menjadi objek wisata saat matahari terbenam sampai memandangi langit bertabur bintang saat malam hari, saat ini Bukit Termanu – khususnya Su’a Lain, masih menjadi lokasi berdoa bagi masyarakat Termanu.

Dalam ibadah bersama manasonggo (imam animis), masyarakat biasanya membawa hasil bumi sebagai persembahan ke Su’a Lain. Beras ditanak, dan hewan disembelih. Hati dan bulu hewan tersebut lalu dipersembahkan ke Su’a Lain, sedangkan sisanya dimakan beramai-ramai. Bahasa adat untuk persembahan ini adalah ‘leu ke batu’, dengan tujuan untuk memohon kepada Dewata agar diturunkan curah hujan yang cukup di Bumi. Karena disakralkan, maka wajib hukumnya bagi wisatawan untuk menjaga sopan santun selama berkunjung ke Bukit Termanu. Sebenarnya, memandangi Batu Termanu dari kejauhan sudah sangat cukup, dengan duduk-duduk di padang rumput atau mendaki bukitnya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.