TNews, WISATA – Arus lalu lintas di Kota Zhangye pada Sabtu (5/6) siang terlihat sepi. Situasi ini menandakan bahwa perekonomian di kota kecil di bagian barat Provinsi Gansu, China, itu memang belum pulih betul dari dampak pandemi COVID-19. Jaraknya dari Ibu Kota Provinsi Gansu di Lanzhou sekitar 450 kilometer. Kereta cepat saja butuh waktu hampir empat jam untuk menghubungkan kedua kota itu, dan harus memutar melintasi wilayah Provinsi Qinghai. Kota ini berada di koridor Hexi, Gurun Gobi, yang berbatasan dengan Mongolia Dalam di utara dan Qinghai di sebelah selatan.
Penduduknya relatif beragam etnis. Ada etnis Muslim Hui, Tibetan, dan Mongol, selain Han sendiri yang memang mayoritas di daratan Tiongkok. Letaknya juga strategis karena berada di perlintasan Jalur Sutera Kuno dari Chang’an menuju beberapa negara di Eropa. Chang’an adalah nama lain kota Xi’an yang dahulu kala pernah menjadi ibu kota China pada zaman dahulu kala. Namun secara ekonomi Zhangye kalah menjanjikan dengan daerah-daerah tingkat dua lainnya di China. Walau begitu, Zhangye memiliki potensi yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lainnya di China, termasuk Dunhuang, kota wisata terbesar di Provinsi Gansu.
Di kaki barisan pergunungan Qilian ada geopark (taman bumi) yang luasnya mencapai 50 kilometer persegi. Danxia namanya. Perbukitan pelangi karena permukaannya beraneka warna. Alami pula! Banyak orang bilang, Danxia mirip dengan planet Mars karena permukaannya berbukit warna kemerah-merahan.
‘Harimau tidur’
“Agak ke sini biar kelihatan seperti di planet Mars,” ujar seorang wisatawan mengarahkan temannya berpose dengan latar belakang bukit pelangi Danxia, seperti yang dikutip dari ANTARA. Bagian tertinggi puncak Danxia berwarna keemasan. Di bawahnya lagi kemerahan berpadu dengan kekuning-kuningan dan kehijau-hijauan. Hamparan yang menyilaukan mata nun jauh di sela-sela bukit pelangi terlihat seperti telaga. Namun hanya fatamorgana karena ternyata bebatuan yang menghampar rata begitu saja. Langit biru tersaput awan putih menambah elok pemandangan bukit Danxia pada sore itu. Bentang alam Danxia adalah mahakarya alami. Punggung gunung yang berwarna-warni seperti palet di balik pintu surga, tulis China Highlight, perusahaan perjalanan pariwisata China.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 540 juta tahun yang lalu, daerah itu pernah menjadi bagian dari lautan. Akibat tumbukan lempeng tektonik, daratan terlipat dan membentuk pegunungan lalu terangkat. Kerikil merah mengendap ketika sungai mulai terbentuk di daerah tersebut. Dalam kurun waktu yang berbeda, berbagai sedimentasi bebatuan tersebut mengandung sejumlah garam besi dengan jenis berbeda. Inilah sebabnya mengapa lapisan perbukitan Danxia memiliki warna yang berbeda-beda, yaitu merah, merah keunguan, hijau kekuningan, hijau keabu-abuan, dan abu-abu.
Setiap lapisan perbukitan tersebut membutuhkan waktu ribuan tahun untuk membentuk warna yang beraneka ragam. Trevor Nace, pakar geologi dari Duke Universty, North Carolina, Amerika Serikat, dalam tulisannya menjelaskan bahwa bukit Danxia tersusun dari kerikil, kapur, dan batu lanau yang mengendap di China sebelum pegunungan Himalaya terbentuk. Pasir dan lanau terendap bersama dengan besi dan mineral yang berfungsi sebagai bahan utama warna alami seperti Danxia yang terlihat sekarang ini. Warna utama batu pasir merah tua, tidak jauh berbeda dengan Fountain Formation di Flatirons, Red Rocks Park, dan Garden of the Gods yang semuanya berada di Colorado, Amerika Serikat.
Warna merah disebabkan oleh lapisan oksida besi dan sedimentasi di antara butiran batu pasir. Ini adalah proses yang sama persis yang terjadi ketika sepotong logam tertinggal di tengah hujan dan membentuk lapisan karat merah di sekitar bagian luar, demikian ulasan Nace di laman Forbes. Zhangye yang posisinya terkurung daratan di tengah padang pasir mungkin juga tidak akan banyak didatangi orang. Namun karena Danxia, kota kecil berpenduduk sekitar 1,2 juta jiwa itulah menjadi daya tarik tersendiri bagi Zhangye. Oleh karena faktor itu pula Zhangye bisa mendatangkan tiga juta wisatawan per tahun sebelum pandemi COVID-19 melanda.
Danxia yang telah ditetapkan sebagai geopark oleh UNESCO pada tahun 2020 itu lokasinya tidak jauh dari pusat kota, tidak lebih dari 30 kilometer. Meskipun berbukit, medannya tidak sulit. Bahkan sejak memasuki kawasan taman bumi itu mata sudah dimanjakan oleh pemandangan alam yang tiada duanya di China itu. Mei hingga Agustus merupakan saat terbaik untuk mengunjungi Danxia. Apalagi kalau cuaca cerah, Danxia bagaikan lukisan hidup di depan pelupuk mata. Namun di antara perbukitan pelangi Danxia ada satu bukit yang menarik perhatian. Lokasi ini ternyata tidak dibuka untuk umum. Pewarta ANTARA merasa beruntung karena mendapatkan kesempatan mengunjungi lokasi itu bersama para diplomat dari Asia Tenggara pada 5 Juni 2021.
The Sleeping Tiger. Namanya saja sangar karena dari segi bentuk, bukit tersebut mirip dengan harimau yang sedang tidur. Warnanya pun juga mirip kulit harimau yang belang-belang antara merah dan kuning. “Ssst… jangan bangunkan harimau yang sedang tidur,” ujar seorang diplomat dari Laos sambil mendekatkan jari telunjuk ke mulutnya agar lelapnya si harimau “jadi-jadian” di depan matanya itu tidak terusik oleh kedatangannya bersama rekan-rekan diplomat lainnya.
Sumber : cnnindonesia.com