TNews, POLITIK – Elite Partai Demokrat, Rachland Nashidik, menyerang pengacara kondang, Yusril Ihza Mahendra. Dia menyindir pernyataan Yusril soal demokrasi sehat terkait gugatan empat eks kader PD terhadap AD/ART PD ke Mahkamah Agung.
“Yusril Ihza Mahendra mengeluhkan reaksi keras kader Demokrat padanya. Ia mengaku gugatannya pada AD/ART Partai Demokrat semata-mata demi ‘demokrasi yang sehat’. Tapi mari kita bertanya: mulai kapan dan dari mana ide menyehatkan demokrasi itu hinggap di kepala Yusril?” kata Rachland, kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).
Yusril merupakan pengacara dari empat mantan kader PD yang mengajukan mengajukan keberatan ke MA mengenai AD/ART PD tersebut. Rachland menilai Yusril tidak peduli terhadap demokrasi sehat.
“Inilah faktanya, Yusril tak peduli pada ide ‘demokrasi yang sehat’ pada saat ia berkepentingan mendapat rekomendasi Partai Demokrat bagi anaknya. Ide itu baru datang padanya belakangan, yakni setelah kubu KLB abal-abal di Deli Serdang memberinya pekerjaan untuk membatalkan AD/ART Partai Demokrat,” ujarnya.
Dia mengatakan Yusril pernah berterima kasih kepada PD karena memberikan rekomendasi kepada anaknya dalam pilkada. Rachland pun heran kenapa Yusril membuka jalan bagi pihak yang disebutnya ‘begal politik’.
“Sebelum para begal partai itu datang, Yusril tak peduli pada AD/ART Partai Demokrat, konon pula terpikir menggugatnya. Sebaliknya, dia justru berterima kasih pada Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres 2020, yang memberi anaknya rekomendasi untuk bertarung dalam pilkada,” ujarnya.
“Jadi jelas, Yusril tak menggali ide ‘demokrasi yang sehat’ dari bumi kemaslahatan publik. Semua dalih itu cuma gincu untuk mendandani upayanya membuka jalan bagi niat jahat dan praktik politik hina kubu Moeldoko membegal Partai Demokrat,” lanjut Rachland.
Rachland mengatakan hal itu menjadi alasan para kader Partai Demokrat bersikap keras kepada Yusril. Rachland menilai Yusril mabuk kesombongan karena menerima tawaran kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat.
“Yusril sudah mendapat kemanfaatan dari AD/ART Demokrat saat ia memiliki kepentingan terhadap karir politik anaknya. Tidakkah harusnya dengan demikian Yusril memilih sikap etis, menjauhi kemungkinan conflict of interest, dengan menolak permintaan kubu para begal itu? Setidaknya, Yusril bisa memajukan advokat lain demi konsistensinya sendiri. Ia sebenarnya bisa bekerja di belakang layar saja,” ucapnya.
“Tapi tidak, Yusril justru menerima pekerjaan dari Kubu Moeldoko dengan sangat percaya diri, malah menganggap dirinya begawan yang sedang memberi pencerahan berdemokrasi. Ia mengejek kader Demokrat sebagai ‘dewa mabuk’. Tapi siapakah di sini yang sebenarnya mabuk ketenaran dan mabuk kesombongan?” lanjutnya.
Rachland menyebut Yusril sebagai politikus karatan. Menurut Rachland, Yusril hanya menjual pengetahuannya untuk para pembegal politik.
“Yusril bukan cuma profesor hukum tata negara. Ia juga politisi karatan. Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Menteri pada tiga pemerintahan. Tapi kenapa tiba-tiba saja ia tak bisa melihat relasi kuasa di balik peristiwa politik yang sedang menghajar Demokrat? Kenapa ia seolah buta, bahwa apa yang dialami Demokrat berbeda, karena pada kasus partai lain tak ada agresi terang-terangan dari Kepala Staf Kepresidenan?” ucap Rachland.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra digandeng empat eks kader PD untuk mengajukan gugatan ke MA terkait uji formil dan materiil AD/ART Partai Demokrat era AHY. Yusril menjelaskan AD/ART bisa digugat.
Dalam keterangan resminya, Kamis (23/9), Yusril dan Yuri mengatakan langkah menguji formil dan materiil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan Mahkamah Agung berwenang menguji AD/ART parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.
“Nah, kalau AD/ART parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?” kata Yusril.
Yusril menyebut ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas. Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai disebut tidak berwenang menguji AD/ART, begitu juga pengadilan negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Yusril menyebut Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.
Yusril kemudian diserang oleh para kader Partai Demokrat. Dia pun mengaku heran karena merasa para kader Demokrat menyerang pribadinya.
“Tidaklah tepat para kader PD menyerang pribadi saya. Mereka seperti kehabisan argumen untuk membantah, lantas menggunakan ‘jurus dewa mabok’ untuk melawan. Saya kira, cara-cara seperti itu bukanlah cara yang sehat dalam membangun hukum dan demokrasi,” kata Yusril saat dimintai tanggapan oleh wartawan, Sabtu (25/9).
Sumber : detik.com