KPPU Dorong Revisi UU Antimonopoli untuk Hadapi Tantangan Kolusi Algoritma

oleh -231 Dilihat
Gambar: Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa memaparkan urgensi revisi UU No. 5 Tahun 1999 dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6 November 2025). (Foto: Dokumentasi KPPU).

TNews, JAKARTA — Di tengah derasnya arus digitalisasi ekonomi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak agar revisi ketiga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat segera disahkan.

Dorongan ini disampaikan Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (6/11/2025), di kompleks parlemen, Senayan.

Fanshurullah menilai, hukum lama sudah tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan model bisnis modern, terutama di era ekonomi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan algoritma digital.

“Sekarang kolusi bisa terjadi tanpa kesepakatan antar pelaku usaha. Sistem algoritma bisa otomatis menyesuaikan harga satu sama lain hingga pasar menjadi seragam tanpa ada pertemuan,” ujarnya di hadapan anggota DPR.

Ia mencontohkan, fenomena algorithmic collusion atau kolusi algoritma kini menjadi ancaman nyata di berbagai sektor digital. Ketika sistem harga di e-commerce, aplikasi transportasi, atau platform daring saling membaca data pesaing, harga dapat terbentuk secara otomatis tanpa interaksi manusia.

“Masalahnya, ini sulit dibuktikan karena tidak ada pertemuan fisik maupun komunikasi langsung antar pelaku usaha,” tambahnya.

Menurut KPPU, tanpa pembaruan regulasi, potensi penyalahgunaan data pengguna dan diskriminasi algoritmik bisa memperlebar ketimpangan pasar. Lembaga itu mengusulkan perluasan definisi ‘pasar bersangkutan’ dan ‘penyalahgunaan posisi dominan’ agar mencakup dominasi berbasis data dan algoritma.

Selain itu, KPPU mendorong pengakuan terhadap bukti tidak langsung (indirect evidence) seperti data ekonomi dan komunikasi digital dalam proses pembuktian perkara. Langkah ini dianggap penting untuk menyesuaikan mekanisme hukum dengan karakter kasus di pasar digital yang cenderung nonkonvensional.

Isu lain yang turut disorot ialah perlunya restrukturisasi kelembagaan agar KPPU memiliki sistem birokrasi yang lebih akuntabel dan independen. Termasuk di dalamnya wacana pembentukan kantor perwakilan di tingkat provinsi, agar pengawasan persaingan usaha tak hanya terpusat di Jakarta.

Fanshurullah menegaskan, amandemen ini bukan sekadar kepentingan kelembagaan, melainkan arah baru kebijakan ekonomi nasional.

“Pertumbuhan ekonomi modern tidak lagi bergantung pada akumulasi modal, tapi pada inovasi dan daya saing dalam sistem yang terbuka,” katanya, sembari mengutip gagasan ekonom peraih Nobel 2025, Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt, tentang kaitan erat antara inovasi dan kompetisi.

KPPU optimistis, reformasi hukum antimonopoli akan menciptakan iklim persaingan yang adil, memperkuat pelaku UMKM, dan membuka ruang investasi yang lebih sehat.

“Pembaruan UU ini adalah kebutuhan nasional, agar Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital global,” tutup Fanshurullah.

Peliput: Nanda

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.