TNews, NASIONAL – Koalisi Rakyat Lawan Oligarki menganggap penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi merupakan pengkhianatan terhadap UUD 1945. Koalisi yang terdiri dari puluhan organisasi masyasrakat sipil non-pemerintah ini mengatakan wacana itu sudah semakin nyata.
“Upaya tersebut nyata-nyata adalah bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945,” kata perwakilan koalisi, M. Isnur, lewat keterangan tertulis, Kamis, 17 Maret 2022.
Koalisi Rakyat Lawan Oligarki terdiri dari 67 organisasi masyarakat sipil dan tokoh-tokoh berlatar belakang akademisi, aktivis, dan mahasiswa. Koalisi beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Pusat Kajian Konstitusi Universitas Andalas, Pusat Studi Hukum dan Konstitusi, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, hingga Himpunan Mahasiswa Islam sejumlah kampus.
Isnur mengatakan wacana penundan pemilu semakin kuat. Dia pun mengkhawatirkan wacana ini akan terus berjalan jika melihat watak pemerintahan yang tidak pernah peduli aspirasi rakyat.
Ketua Umum YLBHI itu menyindir pemerintah dan DPR dengan menyebutkan istilah legidiot, yaitu produk legislasi yang dibuat secara ugal-ugalan, minim informasi, anti-kritik, serta abai dengan partisipasi rakyat.
Dia menyebutkan produk legislasi yang menjadi bagian dari legidiot adalah revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi, revisi UU Minerba, revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja, hingga UU IKN.
Berkaca pada pengalaman di atas, Isnur menyatakan upaya penundaan Pemilu harus diwaspadai. Apalagi, kata dia, sudah terdapat tindakan nyata dari para elit politik untuk merealisasikan penundaan itu.
“Jelas ini bukan sekadar testing the water, untuk menguji reaksi publik,” kata dia.
Isnur mencontohkan sikap dari anggota kabinet Presiden Jokowi yang secara terbuka mendeklarasikan penundaan Pemilu 2024 atau menambah masa jabatan presiden.
“Sikap itu diiringi dengan dukungan dari ketua umum partai-partai koalisi pemerintah yang menguasai mayoritas parlemen secara mutlak di DPR,” kata dia.
Dia menegaskan Koalisi Rakyat Lawan Oligarki menganggap sikap politik untuk menunda Pemilu merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yang mengatur mengenai asas periodik Pemilu yang harus dilaksanakan reguler dalam waktu tertentu, yaitu 5 tahun sekali.
Selain penundaan Pemilu, kata dia, upaya perpanjangan masa jabatan juga hendak dipaksakan lewat penambahan masa jabatan menjadi 3 periode melalui pintu amandemen konstitusi.
“Para elit politik ini “amnesia” dengan suasana batin Rakyat Indonesia yang dulu rela menukar darah dan air matanya demi menumbangkan rezim otoritarian Orde Baru Suharto yang berkuasa selama 32 tahun,” kata dia.
Wacana penundaaan pemilu ini memang masih belum berakhir. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terakhir kembali berbicara soal dukungan masyarakat terhadap ide ini. Dia mengklaim 110 juta warganet mendukung ide ini berdasarkan analisa big data. Meskipun demikian, dia tak bisa membuka data tersebut. Luhut juga mempertanyakan alasan kenapa Presiden Jokowi harus turun dari jabatannya.
Sumber : tempo.com