Kisah Magdalena Johanna Mollenaar Daluas Wartawati TVRI Era 80-an
“Saat itu masa transisi menunggu lengsernya presiden Soeharto dan hanya TVRI yang diberikan akses untuk masuk istana, kebetulan saya sebagai repoter sangat merasakan situasi bagaimana lengsernya pak Harto dan kemudian berganti ke pak Habibie waktu itu. Kala itu saya dan rekan lain harus menerobos Istana Negara yang dipagari kawat berduri dan mahasiswa masih dengan demonya di gedung DPR/MPR Senayan. Sejak subuh sekira jam 5, saya sudah berada di istana dengan situasi yang mencekam,”
SOSOK penyiar kawakan yang pernah dimiliki lembaga pemberitaan publik Televisi Republik Indonesia (TVRI) Magdalena Johanna Mollenaar Daluas, ternyata masih menunjukkan kualitas dan integritas sebagai wartawan perempuan lintas jaman, yang tidak kenal kata diam walaupun saat ini diusia yang sudah tidak muda lagi.
Magdalena Keke kelahiran Kota Tomohon tahun 1955, salah satu Legenda TVRI terlihat tetap tegas namun familiar, berbekal segudang pengalaman yang cukup ketika dirinya masih bertugas sejak tahun 1983 hingga pensiun pada 2010 silam.
Dalam jumpa pers di Luwansa Hotel Jalan Pomurow Manado, Selasa (05/07/2022) pada salah satu sesi, Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) yang difasilitasi Dewan Pers bekerjasama dengan Lembaga Uji Fikom Universitas Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, perempuan berdarah Minahasa ini tetap dengan senyuman khas, didampingi penguji Dr. Retno Intani MSc dan moderator Dr. Wahyudi M Pratopo. Magdalena banyak bercerita tentang berbagai pengalaman ketika melakukan tugas peliputan di Istana Negara Jakarta serta aktivitas jurnalistik yang lain.
“Saat itu masa transisi menunggu lengsernya presiden Soeharto dan hanya TVRI yang diberikan akses untuk masuk istana, kebetulan saya sebagai repoter sangat merasakan situasi bagaimana lengsernya pak Harto dan kemudian berganti ke pak Habibie waktu itu. Kala itu saya dan rekan lain harus menerobos Istana Negara yang dipagari kawat berduri dan mahasiswa masih dengan demonya di gedung DPR/MPR Senayan. Sejak subuh sekira jam 5, saya sudah berada di istana dengan situasi yang mencekam,” kenang wanita bercucu dua ini.
Berbagai program acara di TVRI, tak lepas dari tangan dingin Magdalena yang ternyata piawai dalam berbagai acara kenegaraan dan siaran langsung yang sudah pasti menjadi langganannya baik dalam maupun luar negeri bersanding dengan reporter televisi manca negara. Salah satu cara favorit TVRI waktu itu, Dunia Dalam Berita juga tak lepas dari penanganan wanita berdarah Belanda ini sebagai redaktur.
Menyapa peserta UKW dengan berkebaya khas wanita Minahasa, Magdalena secara langsung menunjukkan kepribadian yang sangat menghargai tanah kelahirannya Tomohon Minahasa, yang ditinggalkan sejak berkiprah di Jakarta tahun 1985.
“Wartawan itu harus menunjukkan kredibilitas serta dapat menjadi mitra yang baik dengan semua orang tanpa meninggalkan jatidirinya. Ketika memberikan masukan atau mengkritik harus secara objektif tentunya,” pesannya.
Dibalik kesuksesan seorang Magdalena Johanna Mollenaar Daluas, tentunya didukung oleh keluarga. “Seorang wartawan perempuan seperti saya, tentunya tak lepas dari dukungan suami dan anak-anak. Apalagi jaman saya tentunya harus secara penuh dalam bertugas,” ulasnya istri wartawan senior Kompas almarhum Reynard Deamore Daluas.
Diakhir perjumpaan Magdalena yang memiliki senyum khas yang berciri tegas ini, kemudian menyebutkan tanggung jawab sebagai wartawan adalah hal yang utama yakni dengan mengangkat hal-hal yang positif dan tidak mencari-cari kesalahan. “Tetap mengutamakan kredibilitas, dan tidak mungkin dari kalian ada yang kemudian menjadi menteri ataupun pejabat negara, karena profesi wartawan yang kredibel sebab wartawan itu memiliki intelektual yang tidak diragukan. Dan hal ini menjadi bukti, ketika saya di Jepang menghadiri undangan organisasi wartawan Jepang. Orang Jepang berpendapat bahwa profesi wartawan adalah orang cerdas, maka dari itu kalian harus dapat mempertanggungjawabkan potensi intelektual yang ada, sehingga dapat berguna untuk diri sendiri dan orang lain,” tutup wanita tegas yang tetap enerjik diusia yang sudah tidak muda lagi. (Penulis Meiyer Tanod)