TOTABUANEWS, BOLMONG – Kekecewaan warga terhadap kinerja Inspektorat Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) rupanya semakin meluap. Warga menuding, ada dugaan kongkalikong terkait hasil pemeriksaan penggunaan Dana Desa (Dandes) tahun anggaran 2016. Pasalnya, pihak Inspektorat Bolmong enggan membeberkan kepada publik hasil pemeriksaan penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN tahun 2016 tersebut.
“Tidak bole dipublis karena ini rahasia,” kata Kepala Inspektorat Bolmong, Abdul Latief, saat ditemui wartawan di ruang kerjangnya, pekan kemarin.
Padahal, saat diwawancarai wartawan, dia sendiri mengakui, hasil pemeriksaan realisasi Dandes tahun 2016, ada beberapa desa yang bermasalah. Baik secara administrasi maupun fisik di lapangan. Kepada wartawan, Abdul Latief hanya sedikit memberikan gambaran, secara lisan.
“Memang ada beberapa desa yang bermasalah. Tapi semua sudah ditindaklanjuti. Tidak ada lagi masalah,” katanya.
Di sisi lain, Abdul Latief mengaku, pernah mendengar informasi bawah ada warga yang bahkan sudah mengadukan persoalan Dandes 2016 ke aparat hukum. “Saya pernah dengar ada salah satu desa yang warganya melaporkan persoalan Dandes ke Kejaksaan,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (NU) Bolmong, Abdul Nasir Ganggai, mengatakan, Inspektorat sebagai lembaga yang mengawasi keuangan negara harus memberikan transparansi ke publik. Jika kemudian Inspektorat tidak terbuka dengan penggunaan Dana Desa, maka menurut Nasir, patut dipertanyakan keberadaan Inspektorat sebagai lembaga yang mengawasi keuangaan.
“Bagaimana kami selaku warga bisa tahu kalau Inspektorat sendiri, bungkam. Jangan-jangan ada permainan antara Inspektorat dan pemerintah desa. Karena setahu saya, Dandes tahun berikutnya tidak bole cair kalau tahun sebelumnya ada masalah. Bisa saja terjadi transaksi untuk memuluskan SPj (surat pertanggunjawaban),” kata Nasir, Minggu(13/8/2017).
Dengan ketidak terbukaan Inspektorat Bolmong, aktivis yang dikenal vocal ini. mendorong BPK RI untuk turun dan mengaudit mengenai data laporan keuangan Dandes. “Tidak hanya desa yang menjadi Konsentrasi pengawasan. Pihak Inspektorat juga perlu di audit mengenai data pelaporan keuangan dana desa. Untuk itu, saya minta BPK RI untuk turun mengaudit Inspektorat Bolmong. Bahkan kalau perlu aparat hukum lainnya juga turun menyelidiki kinerja Inspektorat,” tegasnya.
Diakui Nasir, keberadaan Dandes sangat membantu pembangunan di desa. Sesuai dengan apa yang menjadi tujuan Nawacita yang digagas oleh Presiden Jokowi yakni membangun Indonesia dari Pinggiran. Tapi kata dia, kalau tidak dikawal bersama maka anggaran tersebut akan menjadi lumbung korupsi.
“Dandes bukan menjadi ladang untuk memperkaya diri bagi para pemangku kepentingan dalam penggunaan anggarannya. Saya juga minta DPRD yang juga melekat sebagai fungsi pengawasan, harus memimta pelaporan kedapa pihak Inspektorat secara terbuka,” tandasnya.
Disisi lain, Imran Asiaw. Salah satu wartawan media siber yang bertugas di Kabupaten Bolmong ini menilai, Inspektorat Bolmong cenderung mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Bagaimana kita menyajikan informasi ke publik melalui media, kalau untuk memperolah data saja kami kesulitan,” keluhnya.
Sekadar diketahui, dari lima Kabupaten/Kota di BMR, Kabupaten Bolmong merupakan penerima Dandes terbesar, dengan Rp 119 Miliar di tahun 2016, dan Rp 152 Miliar di tahun 2017 yang terbagi pada 200 desa penerima.
Peliput: Ebby Makalalag