Sejarah Raja Bolaang Mongondow mulai dituangkan dalam buku, ketika Pemerintah Belanda masuk di Indonesia
Masyarakat Bolaang Mongondow dulunya mengingat sejarah hanya melalui penuturan atau cerita para Tetua.
Namun di Abad ke delapan belas (18), sejarah Bolaang Mongondow sudah mulai dituangkan dalam buku tulisan. Yaitu mulai dari karangan Geschiedenis Van Minahasa Tot 1829, yang disusun oleh prof. Dr. Godee Molsbergen.
Namun berdasarkan tulisan H. M. Taulu dan A. U. Sepang, disana dituangkan bahwa Datuk atau Leluhurnya Masyarakat Bolaang Mongondow, adalah Mokodoludut, dan isterinya yang bernama Bua Baunia.
Dari perkawinan pasangan Raja Mokodoludut dan bua Baunia ini, mereka dikaruaniai lima (5) orang anak. Dan kemudian tahta kerajaan dari Mokodoludut diwariskan kepada anak bungsunya yang bernama Yayubangkai, inilah raja ke dua (2) Bolaang Mongondow dan kemudian Ia kawin dengan puteri yang bernama Silagondo.
Setelah Raja Yayubangkai, tahta kerajaan digantikan oleh puteranya yang bernama Damopolii, nama Damopolii dikenal juga dengan nama Kinalang atau Kinarang. Dalam cerita para Tetua, Damopolii ini dikenal juga dengan nama Ramopolii, karena raja ketiga ini banyak mengembara ke daerah minahasa, diantaranya diwilayah Kema dan juga Likupang.
Disana Damopolii menemukan dua(2) saudara tirinya, diantaranya yang bernama Pangerapan dan Milensun, hal ini dapat disimpulkan bahwa Yayubongkoi yang juga ayah dari Damopolii sebelumnya penah juga mengembara di daerah Minahasa kemudian kawin disana.
Damopolii kawin dengan Wawu (Nona) Tonsea yang bernama Teteon,atau Titi. Yang artinya pemegang, dari perkawinan Damopolii dan wanita Tonsea ini, belum dapat diketahui apakah mereka mempunyai keturunan atau tidak. Bahkan mereka berdua tidak lama menjalin hubungan sebagai suami isteri lalu berpisah, dan Raja Damoplii kembali ke tanah Bolaang Mongondow.
Dalam perjalanannya pulang, Damopolii bertemu dengan Wanita yang berasal dari Uwuran yang bernama Wawu (Nona) Uwe Randen, kemudian Uwe Randen ini dijadikan isteri oleh Raja Damopolii, dengan harta yang diberikan berupa tanah lewet, mulai dari seberang Ranoyapo hingga ke seberang sungai Poigar.
Dibolaang Mongondow Uwe Randen dikenal juga dengan nama Tendenbulan atau tendebuaya, yang artinya Gadis berani hadiah Bulan. Wanita ini dibawanya ke Bolaang Mongondow, namun ditanah Bolaang Mongondow Damopolii juga mempunyai seorang isteri yang bernama Tendeduajo, namun isteri Damopolii ini belum dapat diketahui apakah hanya satu orang atau lebih, sebab tidak dijelaskan apakah nama isteri Raja yang berbeda diatas hanyalah satu orang yang memiliki nama lebih dari satu, atau nama yang berbeda diatas adalah orang yang berbeda pula.
Tahta Kerajaan Damopolii digantikan oleh puteranya yang bernama Busisi atau Butiti, Raja keempat (4) ini kawin dengan puteri yang bernama Lembatonde.
Kemudian Tachta Kerajaan Busisi digantikan oleh puteranya yang bernama Makalalo, isteri dari Raja kelima (5) ini bernama wulan ganting-ganting yang berasal dari mondolag dekat Tateli yang tidak lain adalah gadis minahasa pula.
Disini kita dapat menyimpulkan bahwa banyak Raja Bolaang Mongondow yang kawin dengan wanita Minahasa, sehingga banyak kita temui isteri dari Raja sejak dari zaman kerajaan Yayubangkai, banyak sekali kita temui bahwa beberapa kerajaan Bolaang Mongondow pernah kawin dengan Nona atau gadis yang berasal dari minahasa.
Kemudian setelah berakhirnya Kerajaan Makalalo, tachta kerajaan digantikan oleh Mokodompit, Raja Mokodompit kawin dengan Wulan Lembeh yaitu bernama Mongidae yang tidak lain adalah wanita yang berasal dari Minahasa pula.
Namun Raja Mokodompit tidak lama mejabat sebagai Raja, kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Tadohe. Raja Tadohe dikenal dengan Raja yang cerdas dan pintar dalam membuat peraturan, bahkan Ia dikenal dengan Raja yang Revolusioner. Dengan dasar mempunyai banyak pengalaman karena Ia banyak mengembara, maka hal tersebut lebih menguatkan kedudukannya sebagai Raja saat itu. (fahmi)