TOTABUAN.NEWS, BOLMONG – Diduga Sangadi Desa Abak Kecamatan Lolayan, Sumitro Tungkagi mulai berpolitik praktis dengan mengitimidasi masyarakatnya untuk memilih satu Calon Legislatif (Caleg) dapil lolayan.
Dimana informasi dari sejumlah warga, jika tidak mengikuti kehendak sangadi maka pengurusan berkas di Pemerintah Desa (Pemdes) tidak akan diproses.
“Jika ingin lancar tandatangan, harus pilih Masud Lauma (Caleg Dapil Lolayan), itu kalimat yang dikeluarkan Sangadi Abak saat pertemuan (Posipunan), dan kami hanya mengatakan iya saja, karena takut semua pengurusan berkas ke Pemdes tidak akan dilayani,” ungkap salah satu warga yang enggan namanya dipublikasikan, Kamis (18/10/2018).
Warga tersebut pun, sangat menyayangkan sikap kepala desa yang seakan-akan mengekang hak dalam berdemokrasi.
“Seharusnya dia (Sangadi), jangan seperti itu karena ini suasana politik, seperti juga misalnya suasana piala dunia semua orang pasti membicarakan sepak bola, begitunya juga musim durian pasti yang dibahas buah durian, kalau musim caleg seperti ini jelas kami membicarakan caleg andalan kami, dan itu tidak bisa diintervensi,” katanya.
Penekanan politik oleh sangadi itu menjadi buah bibir di Desa Abak, bahkan salah satu tokoh pemuda Desa Abak, membeberkan, jika tidak sejalan dengan sangadi maka tidak ada proses pelayanan.
“Jika tidak mendengarkan saya, dan ada berkas yang kalian urus, dan jika saya bilang tidak ada cap dan pulpen kalian akan berbuat apa,” ungkap tokoh pemuda Desa Abak, saat menirukan perkataan Sangadi Abak tersebut saat disampaikan di acara pernikahan.
Terpisah, Sangadi Desa Abak. Sumitro Tungkagi saat dikonfirmasi melalui telepon genggam, berang dengan beredarnya informasi keterlibatannya dalam berpolitik memajukan caleg dapil lolayan.
“Itu saya tidak tahu, siapa yang mengatakan itu dan saya tidak pernah berkampanye, kami sebagai sangadi selalu disudutkan, kami juga tidak diperbolehkan melakukan kampanye karena itu memang dilarang,” kilahnya.
Lanjutnya, sedangkan ada warga yang mengurus berkas pelayanan tetap dilakukan.
“Malam saja ada beberapa warga kerumah dan meminta mendatangi berkas, saya tidak menyampaikan untuk memilik satu kandidat, itu tidak benar,” katanya.
Sekedar diketahui. Larangan berpolitik bagi kepala desa jelas tercantum dalam beberapa aturan sekaligus lengkap dengan sanksinya. Seperti pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 273/3772/JS tertanggal 11 Oktober 2016 sebagai penegasan Pasal 70 Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU.
Pada Pasal 71 ayat 1 UU No. 10 2016 disebutkan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur negara, anggota TNI/Polri dan kepala desa atau sebutan lain lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salahsatu pasang calon. Kades yang berpolitik praktis juga akan dikenai pidana,seperti yang sudah diatur dalam Pasal 188 UU PIlkada. Pada Pasal 71 disebut pidana paling singkat satu bulan atau paing lama enam bulan dan denda paling sedikit enam ratus ribu rupiah dan paling banyak Rp6 juta.
Tim Totabuanews.