TNews, KOTAMOBAGU – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bolaang Mongondow, Febrianto Tangahu, merasa terpojok dengan pemberitaan sejumlah media, terkait persoalan dirinya dengan tim Satgas Covid-19 Kotamobagu, yang terjadi di toko Tita Senin (11/05) kemarin.
Kepada Tim Redaksi Totabuan News, Ia kembali menegaskan, apa yang sudah diberitakan sebelumnya sudah terlalu berlebihan. “Saya merasa sudah terpojok denga pemberitaan pemberitaan itu. Saya merasa dirugikan. Sehingga langkah untuk klarifikasi saya harus lakukan lagi,” ungkap Tangahu.
Ia pun sedikit menceritakan kronologis adu mulut dengan tim Satgas Covid-19 Kotamobagu yang terjadi di toko Tita itu. “Ini harus saya klarifikasi lagi, agar semua tahu, dan tidak seperti yang diberitakan sebelumnya,” jelas Tangahu.
“Awal ceritanya seperti ini, Sebagai Wakil rakyat, dengan adanya kasus positif ke-63 yang merupakan tenaga kesehatan disalah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Bolmong, saya mendapat laporan masyarakat dari Kecamatan Lolayan. Masyarakat mengeluh dan menyayangkan tidak adanya ketegasan dan keterbukaan tim gugus tugas, sehingga hal itu berakibat adanya positif Covid-19 dan merupakan tenaga kesehatan. Masyarakat saya juga sempat memeriksakan diri pada pasien yang sudah positif ini, jadi muncul kekhawatiran mereka dan hal itu disampaikan kepada saya,” cerita aleg Partai NasDem ini.
Febrianto menambahkan, hal lain yang disampaikan masyarakat padanya adalah, pasien positif ini masih dibiarkan membuka kegiatan praktek dalam kondisi yang ternyata sudah positif.
“Yang melaporkan ke saya Ibu-ibu yang menjadi pasien dan sudah terlanjur memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan yang positif Covid-19 saat ini,” ujarnya.
Febrianto mengatakan, dirinya sempat menyampaikan beberapa solusi pada Ibu-ibu yang telah khawatir itu, untuk meredam kepanikan mereka.“Saya berikan mereka solusi dengan berani memeriksakan diri pada tenaga medis yang menangani tes covid atau isolasi mandiri dengan menjalankan apa yang menjadi anjuran pemerintah,” katanya.
Dia pun berencana akan menyampaikan keluhan Ibu-ibu ini kepada media, agar aspirasi mereka dapat dibaca publik dan ada ketegasan dari tim gugus tugas covid-19 kedepanya. Sehingga kata Febrianto, dalam penanganan agar tidak terjadi penyebaran, tak ada perlakuan pandang bulu karena bisa berakibat fatal pada kesehatan banyak orang, terutama kaum Ibu-ibu.
“Saya memang berpikir hal ini akan disampaikan kepada beberapa media untuk diberitakan. Nah, sebelum saya menelpon teman-teman jurnalis, saya ke kantor lebih dulu. Setelah itu ke Kotamobagu karena saya masih harus membeli minuman bersoda seperti fanta untuk persediaan di rumah,” jelasnya.
Febrianto pun membeli minuman bersoda di Toko Tita yang berada di Kelurahan Kotobangon. “Disana harga minumanya murah dan terjangkau. Saya parkir mobil jauh dari toko tita karena suasana jalan saat itu macet,” katanya.
Saat dirinya sampai di toko tita untuk membeli minuman, dia berpapasan dengan tim gugus tugas yang berada di toko itu dan sedang melakukan sosialisasi tentang penanganan covid-19.
Setiba di toko tita, dia menemui pemilik toko dan membicarakan rencana pembelian minuman bersoda. Dia juga melihat tim ini sudah mulai pulang tapi masih ada satu mobil dinas lagi yang tinggal.
“Tiba-tiba seorang Ibu dalam mobil yang tinggal itu meminta pembeli di toko cepat pulang dan toko sudah harus ditutup. Saya spontan menjawab, ya pulang saja. Si Ibu ini rupanya tidak terima dan keberatan dengan jawaban saya itu. Dia meminta saya mengulangi kalimat yang saya sampaikan,” bebernya.
Saat itu juga kata Febrianto, terjadi adu argumentasi antara dirinya dan seorang Ibu tadi. “Dia sampaikan tidak terima dengan jawaban saya yang mengatakan pergi saja. Saya sampaikan juga, tidak ada yang salah dengan kalimat yang diucapkan,” katanya.
Lanjut Febrianto, tak terima dengan sikap si Ibu tadi, dirinya langsung menyampaikan ungkapan protes. “Saya katakan, kenapa untuk kami pembeli di toko ibu sangat tegas. Tapi, pada tenaga kesehatan yang sempat buka praktek padahal sudah kondisi positif, tidak ada ketegasan dan tim gugus tidak melarang agar yang bersangkutan tak membuka praktek lagi. Si Ibu terdiam dan langsung bergegas,” tutur Febrianto.
Setelah kejadian itu, Febrianto pun melanjutkan pembicaraan dengan pemilik toko tita dan membeli minuman bersoda. “Sekira 10 menit berselang, tim tadi balik lagi di toko tita. Ada salah satu pejabat yang bersama mereka sempat menarik tangan saya. Pejabat ini bertanya apa yang saya sampaikan pada ibu itu. Saya katakan, lepaskan tangan saya karena saya dan kamu tidak ada urusan,” ungkap Febrianto.
Saat itu juga Febrianto mempertanyakan upaya penanganan mereka dalam menghambat pandemi Covid-19. Suasana sempat panas namun perdebatan mereka tak berlangsung lama karena ada seorang ASN yang melerai.
“Kalau benar-benar bekerja, jangan hanya di pasar dan di jalanan saja yang diimbau agar mengikuti anjuran pemerintah, menerapkan social distancing dan physical distancing. Sementara tenaga kesehatan yang akhirnya telah positif covid-19 dibiarkan melaksanakan praktek. Itu kalimat yang saya sampaikan,” tukasnya.
Bahkan kata Febrianto, dirinya bertanya, siapa yang akan bertanggungjawab pada puluhan Ibu-ibu yang sempat memeriksan diri pada pasien positif itu. “Ibu-ibu yang sempat kontak dengan pasien ini sangat khawatir ketika mendengar kabar tenaga kesehatan yang sempat memeriksa mereka, ternyata positif covid-19 pasien ke-63. Kami berdua pun berdebat panas saat itu juga. Jadi ini semua kondisi yang sebenarnya,” pungkas Febrianto.
Dia menyayangkan adanya pemberitaan yang justru berbeda dengan kejadian sebenarnya saat di toko tita. Febrianto menegaskan, keberatan dengan beberapa pemberitaan tanpa langsung konfirmasi padanya.
“Bukan seperti yang berkembang pada pemberitaan bahwa saya ada kongkalingkong dengan pemilik toko tita, atau menghadang dan tidak patuh dengan anjuran tim penangangan covid. Saya gunakan hak jawab dan hak koreksi, pemberitaan yang berkembang keliru, saya harus luruskan. Publik harus tahu bahwa seperti ini kejadian yang sebenarnya,” tandasnya.
Tim Totabuan News