TOTABUANEWS, Molibagu – Keberadaan pepohonan di wilayah Bolmong Selatan saat ini bisa dikatakan telah memasuki fase kritis. Betapa tidak, pengrusakan hutan di wilayah itu, seolah tak terbendung. Kawasan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan taman nasional seluas 134.000 hektar yang seharusnya dilindungi malah dirambah untuk pengambilan kayu, perkebunan, dan penambangan.
Mirisnya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Bolsel selaku instansi teknis terkait terkesan cuek dengan hal itu. Padahal disetiap kesempatan, Bupati Bolsel Herson Mayulu selalu menegaskan untuk menindak tegas setiap pelaku illegal logging. Mayulu bahkan mengecam para perusak hutan di daerah selatan BMR itu.
Sementara ketentuan pidana kepada pelaku Illegal Logging jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Ketentuan pidana tersebut merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan mempertahankan fungsi hutan, serta diharapkan agar dapat menimbulkan efek jerah bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan. Juga kepada orang lain yang mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan menjadi berpikir kembali untuk melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidannya berat.
Tetapi sangat disayangkan, entah dengan alasan apa, pihak Dishutbun tidak menjalankan undang-undang itu.
Terbukti, dari sekira 30-an kubik kayu jenis rimba campuran yang berhasil diamankan pihak Dishutbun Bolsel, tak satupun pemiliknya yang ditahan alias tak bertuan.
Kepala Dishutbun Bolsel Maxi Limbat, ketika dikonfirmasi menjelaskan, bahwa pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin dalam memberantas pembalakan liar. Akan tetapi, kembali pada persoalan kurangnya personil pada instansi yang dipimpinnya.
“Sudah diupayakan semaksimal mungkin. Termasuk menempatkan pos penjagaan di tiga titik yang dianggap rawan yaitu pos Adow, pos Molibagu, dan Posigadan. Namun dengan keterbatasan tenaga, sehingga pengawasan pun sering kecolongan,” kata Limbat, ketika ditemui diruang kerjanya, Senin (02/06).
Lanjutnya, Dishutbun tak hanya kekurangan tenaga Polisi Kehutanan (Polhut). Bahkan Bolsel tidak memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), untuk melakukan peyelidikan terhadap kayu-kayu hasil tangkapan.
Dikatakannya, keberadaan penyidik ini sangat penting, mengingat wilayah kawasan hutan Bolsel sangat rawan akan perambahan. “Memang Dishutbun Bolsel belum memiliki tenaga penyidik PNS. Tetapi akan diupayakan pada APBD-P mendatang, akan dianggarkan dua PNS untuk mengikuti Diklat penyidik,” jelas Limbat menandaskan. (marshal/idr)