Ada semangat yang berbanding terbalik antara iklim politik saat ini dibandingkan dengan zaman Orde Baru. Jika dulu, prinsip yang paling banyak diterapkan adalah ketertutupan, maka sekarang justru sebaliknya, keterbukaan.
Salah satu dasar keterbukaan tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2004 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Melalui UU ini, warga bisa menuntut keterbukaan informasi di badan-badan publik.
Sebagai salah satu badan publik, pemerintahan desa pun dituntut untuk menerapkan hal sama, keterbukaan informasi.
Tak hanya UU KIP yang menuntut, UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pun demikian. Pasal 82 UU Desa ayat 91 menyebutkan bahwa Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Ayat (14) pasal yang sama menyatakan bahwa Pemerintahan Desa pun wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintahan Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Informasi ini dipublikasikan melalui layanan informasi kepada umum maupun melaporkannya setahun sekali dalam Musyawarah Desa.
Dalam bentuknya, saluran informasi ini bisa beragam. Ada yang bisa menggunakan majalah dinding, misalnya ditempel di papan pengumuman kantor desa, media internal semacam buletin, radio komunitas, atau bahkan televisi lokal.
Melihat perkembangan teknologi informasi saat ini, website atau portal merupakan pilihan yang paling menguntungkan. Di satu sisi makin banyak warga menggunakan teknologi informasi, misalnya telepon seluler, di sisi lain juga akses informasi ini makin mudah ditemukan di desa-desa.
Website pun memudahkan dalam hal penyebaran karena warga tidak perlu datang ke kantor desa dibandingkan, misalnya, jika media tersebut berupa majalah dinding. Ketika semakin banyak warga yang menggunakan media sosial, website pun bisa berkonvergensi dengan aneka media sosial seperti Twitter, Facebook, YouTube, dan seterusnya.
Dari sisi pengelolaan, media website pun lebih mudah dan murah. Karena itu, beberapa desa pun kini sudah memiliki website sendiri seperti Desa Merden, Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Barat atau Desa Jogodayuh, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, dan seterusnya.
Sebagai komitmen terhadap perlunya website oleh desa-desa di Indonesia, bahkan sudah ada domain khusus .desa.id.
Melalui website ini, warga pun bisa terlibat dan berinteraksi mengenai pembangunan di desanya masing-masing. Jadi, tak ada lagi kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan dengan diam-diam. (*)