Komnas HAM Sebut Polisi Paling Banyak Diadukan Langgar HAM

0
150

TNews, HUKRIM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap lembaga kepolisian RI menjadi pelaku pelanggaran HAM paling banyak diadukan sepanjang 2016-2020. Jumlah aduan terhadap pihak kepolisian setiap tahunnya mengalami penurunan. Namun hingga tahun 2020, jumlah pengaduan masih masif dan menduduki posisi pertama dibanding kelompok pelaku pelanggaran HAM lain. Mengutip data yang diterima, Komnas HAM mencatat ada 1.122 aduan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Sebelumnya, Komnas HAM mencatat 1.272 aduan terhadap aparat kepolisian pada 2019, 1.670 aduan pada 2018, 1.652 aduan pada 2017 dan 2.290 aduan pada 2016.

Dari total 28.305 aduan yang diterima Komnas HAM sepanjang periode tersebut, 43,9 persen ditujukan terhadap aparat kepolisian. Umumnya kasus yang dilaporkan berkutat seputar lambatnya penanganan kasus, kriminalisasi, penganiayaan, hingga proses hukum yang dinilai tidak prosedural. Meskipun begitu, Komnas HAM mendapati Polri merupakan lembaga yang paling responsif terhadap surat rekomendasi dari Komnas HAM. Dari 769 surat yang dilayangkan pada 2018, 198 surat ditanggapi oleh Polri. Namun, menurut Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari masih masifnya pengaduan pelanggaran HAM terhadap Polri membuktikan lembaga tersebut butuh membenahi diri dari hilir hingga hulu.

Ia mengaku memahami tingginya jumlah pengaduan pelanggaran HAM terhadap pihak kepolisian disebabkan Polri merupakan garda terdepan yang bersinggungan dengan masyarakat terkait keamanan dan penegakan hukum. Tapi, kata dia, aparat kepolisian juga perlu memahami pemahaman terhadap aspek HAM dalam penegakan hukum. Hal ini yang menurutnya masih belum maksimal di lembaga Polri. “Juga kaitannya dengan sistem pengawasan di internal kepolisian. Artinya pengawasan bukan hanya kinerja, tapi juga terkait dengan soal hukuman kalau ada aparat kepolisian yang bersalah,” tuturnya ketika dihubungi, Rabu (7/4).

Situasi ini, menurut Beka, perlu dibenahi dari akarnya. Ia menyarankan pemahaman HAM seharusnya didorong pada kurikulum pendidikan di akademi kepolisian. Aspek HAM, kata dia, juga perlu menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan di kalangan pejabat. Contohnya, dalam pengambilan kebijakan penerbitan surat telegram Kapolri terkait pelarangan media menyiarkan tindak kekerasan aparat. “Kepolisian di bawah Pak Listyo ini harus lebih terbuka dan mempertimbangkan seluruh aspek sebelum mengambil kebijakan, baik yang bersifat strategis maupun yang sifatnya taktis di lapangan,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut surat telegram No. ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 setelah menuai polemik terkait pelarangan penyiaran kekerasan aparat. Meskipun surat telegram sesungguhnya ditujukan kepada media internal kepolisian, Polri menuai banyak kritik dari masyarakat sipil atas keputusan itu. Buntutnya, Listyo meminta maaf karena sudah membuat gaduh dengan penerbitan surat telegram itu. Dalam pernyataannya, ia mengatakan juga akan mewanti-wanti anggota agar bertindak dari sisi humanis dalam menindak penegakan hukum.

 

Sumber : cnnindonesia.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.