Ada apa dengan KPU-KK. Itulah pertanyaan masyarakat pasca Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Kotamobagu, 24 Juni 2013 yang diprediksi oleh banyak kalangan berlangsung panas, dibandingkan dengan pemilihan langsung Walikota dan Wakil Walikota pertama tahun 2008. Pemilihan Walikota dan Wakil walikota Kota Kotamobagu, pertama tercatat dengan tinta emas dalam sejarah pemilihan langsung Wali dan Wawali Kota Kotamobagu sebuah prestasi KPU KK sebagai penyelenggara yang patut diacungi jempol karena kesuksesannya. Pilwako 2008 diikuti oleh 4 pasang kompetitor masing-masing pasangan Drs Djelantik Mokodompit – Ir Tatong Bara ( Jelita) diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN) Drs Sahrial Damopolii (Bogani)-Sutomo Samad BA, (BOSS) diusung oleh Partai Golkar dan Pargab Hamdi Paputungan SH – Benny Rhamdani ( HP-BRANI) diusung oleh PDI Perjuangan dan Ir Bambang Rahmadi Mashuri-Drs Fredy Roringkon, Calon Independen, persaingan ketat para politisi kawakan kelas Nasional saat itu sungguh merupakan pertarungan yang bisa dijadikan parameter kesuksesan Penyelenggara maupun para kandidat. Apa yang bisa kita petik dari Pilwako pertama di Kota Kotamobagu yang dianggap sukses ketika itu, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan, pertama ; PJS Walikota Ir S.R Mokodongan tidak ikut dalam pencalonan, sehingga Independensi Birokrasi bisa dikendalikan pada posisi netral mulai dari Pejabat eselon II,III,IV Lurah, Sangadi dan aparat ditingkatan terbawah. kedua; stabilitas keamanan terjaga dengan baik, ketiga; Calon yang kalah bertarung semuanya menerima dengan tulus dan ikhlas atas kekalahannya dapat dibuktikan dengan tidak satupun diantara yang kalah menggugat hasil,maupun pemilih yang GOLPUT atau tidak menggunakan hak pilihnya, keempat; sikap kesatria yang ditunjukkan oleh pasangan HP-BRANI pada hari H pencoblosan dan sudah mengetahui hasil perhitungan cepat langsung mengumpulkan Tim Pemenangan jam 16.00 sore dan mengakui kemenangan pasangan Jelita saat itu juga, yang kemudian disusul oleh pasangan BOSS dan pasangan Independen.
Sikap kesatria dari politisi kelas Nasional seperti Syahrial Damopolii dan Benny Rhamdani menjadi teladan dalam sejarah Pilwako pertama di Kota Kotamobagu. Kebesaran jiwa elite politik sangat dibutuhkan oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan politik.
Sudahkah pilwako pertama di Kota Kotamobagu menjadi parameter para elite politik untuk belajar menghargai suara hati nurani rakyat saat ini ?…, jawabannya adalah ada dihati elite politik itu sendiri, tetapi sebagai rakyat tentunya tidak bersikap apatis atas apa yang ada dihadapan matahati rakyat. Rakyat akan mengenang para politisi yang bisa menjadi panutan dan teladan dan rakyat juga akan mengadili dengan caranya sendiri bagi politisi yang tidak menjadi suri teladan dan menghargai suara rakyat. Pilwako 2013 rakyat Kota Kotamobagu akan mengenang Pasangan Muhamad Salim Lanjar dan Ir. Ishak Sugeha (LARIS) dan belajar dari mereka sebagai Politisi yang dengan Tulus dan Ikhlas serta kesatria menerima hasil keputusan rakyat Kota Kotamobagu pada tanggal 24 Juni 2013 dimana rakyat memutuskan dan menjatuhkan pilihan kepada Ir.Hj.Tatong Bara dan Drs.H.Jainudin Damopolii sebagai pemimpin rakyat selama 5 tahun kedepan di Kota Kotamobagu. Jejak kalian wahai pasangan LARIS menjadi suri teladan bagi generasi selanjutnya dalam menerima realita politik dimasyarakat, kebesaran jiwa kalian menunjukkan sikap mental politisi yang sudah mapan berpolitik sebagaimana Slogan LARIS “ Tidak merasa pintar tetapi Pintar merasa” paham betul tentang filosofi politik dari oleh dan untuk rakyat, bukannya penulis memuji tapi bangga dengan sikap kesatria menerima keputusan KPU-KK.
Tanggal 24 Juni 2013 merupakan puncak dari bagaimana rakyat mengadili dengan caranya sendiri, tentang bagaimana rakyat diberi kesempatan secara langsung untuk menentukan siapa yang berhak memimpin mereka 5 tahun kedepan di Kota Kotamobagu. Oleh sebab itu harus ada yang kita pertaruhkan. Kejujuran. Mungkin bukan kejujuran semata itulah yang kita harapkan. Masih ada tuntutan lainnya, yakni moral yang baik, yang akan melandasi segala perjuangan kedepan membawa rakyat kearah perubahan yang lebih baik dan maju. Kiranya hanya melalui pemilihan langsung Wali dan Wawali itulah sarana paling tepat untuk membangun Kota Kotamobagu.
Harkat, martabat dan derajat rakyat Kota Kotamobagu dalam menentukan pilihannya sangat ditentukan pula oleh penyelenggara pemilihan Walikota dan Wakil Walikota dalam hal ini KPU KK dan Panwaslu, moralitas penyelenggara dipertaruhkan untuk mensukseskan agenda pilwako Kota Kotamobagu 2013 sampai pada titik akhir yakni Pelantikan Walikota dan Wakil Walikota terpilih. Tahapan baru sampai pada Pleno Penetapan Hasil Perolehan Suara terbanyak oleh KPU-KK, Tim Pemenangan Pasangan DJELAS dan Pasangan BENAR telah menggugat KPU-KK ke Mahkama Konstitusi (MK). Ada pertanyaan yang menelisik, apakah integritas Nayodo Kurniawan Cs mampu menghadapi gugatan yang diajukan oleh Tim pemenangan Djelas dan Benar ?…., hanya Nayodo Cs yang bisa menjawab tetapi rakyat akan menunggu apa yang sudah dipersiapkan oleh KPU KK dalam menghadapi gugatan pihak yang kalah. Mengapa rakyat menunggu ?,,karena suara “hati nurani” yang 52,..% adalah “Suara Rakyat Suara Tuhan” adalah pertaruhan yang sangat mahal harganya karena tidak bisa dinilai dengan materi oleh karena sudah menyangkut “harga Diri” sebagian besar rakyat Kota Kotamobagu. Silahkan upaya hukum yang sudah berjalan dihargai oleh semua pihak sambil menghimbau seluruh pendukung militan TB-JADI dimanapun berada jangan mudah dipropokasi sehingga terpancing melakukan perbuatan melanggar hukum,serahkan semua urusan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pilwako kepada Lembaga Penyelenggara yakni KPU-KK karena Integritas dan Moralitas mereka dipertaruhkan demi nilai kedaulatan dimana Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini.
Dari proses yang telah berjalan sampai di Mahkama Konstitusi (MK) tercium aroma tak sedap. Tentu orang bertanya aroma apakah itu ?,,,,dalam politik ada tawar menawar atau kompromi politik, kalau hukum kemudian ditarik mengikuti track politik tentu tidak bisa. Untuk itu, politik harus dikaitkan dan dibatasi oleh hukum dan sebaiknya hukum harus menjauhkan diri dari politik. Kalau kompromi dilakukan ada dua kemungkinan yang akan ditawarkan dalam gugat menggugat yakni; pertama; kompromi terarah kepada bagaimana mengamankan para pejabat birokrasi yang terlibat politik praktis demi kepentingan penguasa, dalam pengertian gugatan dihentikan dengan catatan para pejabat birokrat posisi aman itu sebagai posisi tawarnya, hal seperti ini masih dianggap dalam kewajaran karena yang dibicarakan orang dan bukan uang, kedua; kompromi mengarah pada materi yang disana sudah berbicara angka-angka dan tanpa malu-malu menyebutkan nilai / nominal rupiahnya, kalau ini yang ditawarkan dalam kompromi maka sungguh sangat memalukan, dan rakyat tidak akan tinggal diam dan kami yakin TB-JADI tidak mungkin mengorbankan rakyat yang sudah memilih mereka sampai menang. Kompromi yang kemungkinan sebagai pilihan politik para pihak tentunya diluar tanggung jawab KPU-KK sebagai pihak yang digugat. Barangkali kita memerlukan moral yang baik agar pelaksanaan pemilukada berjalan dengan baik. Jika sudah kita mulai dari moral yang bersih, tentu tak akan ada yang dirugikan, sudah seharusnya para politisi memberi harapan serta semangat baru kepada rakyat yang merindukan harkat dan martabatnya terangkat. Andai tokoh-tokoh yang berperan dalam Tim Pemenangan masing-masing kandidat yang menggugat sadar dan segera bertindak secara arif dan bijaksana mungkin rakyat akan mempertimbangkan Partainya pada pemilihan legislalif April 2014. Partai Politik yang cerdas dan tanggap dengan adanya perubahan realita dimasyarakat saat ini tidak akan lagi berlarut-larut berebut berbagai pengaruh yang tidak menarik simpati rakyat.(*)
Penulis :
Hendra Makalalag,SIP
Pemerhati masalah sosial politik