TNews, LABUHANBATU – Sistem pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu sebelum penjajahan Belanda adalah bersifat Monarki. Kepala pemerintahan disebut Sultan atau Raja yang dibantu oleh seorang yang bergelar Bendahara Paduka Seri Maharaja yang bertugas sebagai kepala pemrintahan sehari-hari (semacam perdana Mentri).
Selanjutnya dibawah Bendahara Paduka Sri Maharaja ada Temanggung yang menjadi Jaksa merangkap kepala Polisi, kemudian ada Laksamana yaitu Panglima Angkatan Laut/Panglima Perang. Dibawah Laksamana ada Hulu Balang yaitu Panglima Angkatan Darat, kemudian ada pula Bentara Kanan yang bertugas sebagai Ajudan Sultan dan Bentara Kiri yang menjadi Penghulu Istana dan Penghulu Bangsawan.
Kesultanan atau kerajaan yang terdapat diwilayah pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu pada waktu itu terdiri dari 4 (empat) kesultanan yakni, Kesultanan Kota Pinang berkedudukan di Kota Pinang, Kesultanan Kualuh berkedudukan di Tanjung Pasir, Kesultanan Bilah berkedudukan di Negeri Lama, Kesultanan Panai berkedudukan di Labuhan Bilik dan ditambah 1 (satu) half bestur Kerajaan Kampung Raja berkedudukan di Tanjung Medan.
Tidak diketahui kapan Belanda masuk ke Labuhanbatu. Dari berbagai keterangan yang dihimpun, Belanda masuk ke Labuhanbatu sekira tahun 1825, namun ada pula keterangan yang mengatakan bahwa kedatangan Belanda ke Labuhanbatu adalah usai Perang Paderi (berkisar tahun 1831).
Pada tahun 1862, kesatuan Angkatan Laut Belanda dibawah pimpinan Bevel Hebee datang ke kampung Labuhanbatu (di Hulu Kota Labuhan Bilik sekarang) melalui Sungai Barumun, di kampung Labuhanbatu tersebut Belanda membuat tempat pendaratan dari batu beton, lama kelamaan tempat pendaratan tersebut berkembang menjadi tempat pendaratan/persinggahan kapal-kapal yang kemudian menjadi sebuah kampung (desa) yang lebih besar dan namanya disebut Pelabuhan Batu. Akhirnya nama pelabuhan batu ini dipersingkat sebutannya menjadi Labuhanbatu. Kemudian nama itu melekat dan ditetapkan menjadi nama wilayah Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintahan kolonial Belanda secara juridis formal menetapkan gouvernement bisluit nomor 2 tahun 1867 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang meliputi 3 (tiga) onder afdeling yakni, onder afdeling Batu Bara dengan Ibukota Labuhan Ruku, onder afdeling Asahan dengan Ibukota Tanjung Balai, onder afdeling Labuhanbatu dengan Ibukota Kampung Labuhanbatu.
Dengan demikian secara administratif pada mulanya Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu adalah merupakan bagian dari wilayah afdeling Asahan. Pada masa itu afdeling dipimpin seorang asisten residen (Bupati) sedangkan onder afdeling dipimpin oleh seorang controleur (Wedana).
Controleur Labuhanbatu pertama kali berkedudukan di Kampung Labuhanbatu, kemudian pada tahun 1895 dipindahkan ke Labuhan Bilik, tahun 1924 dipindahakn ke Marbau, pada tahun 1928 dipindahkan ke Aek Kota Batu dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat hingga Indonesia meproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 kedudukan Belanda tetap berada di Rantauprapat.
Pada tahun 1942 tentara dai nippon (Jepang) menduduki seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 3 maret 1942 tentara Jepang mendarat di Perupuk (Tanjung Tiram) dari Perupuk sebagian tentara Jepang tersebut melanjutkan gerakan untuk merebut Kota Tebing Tinggi dan selanjutnya Kota Medan. Kemudian sebagian lagi bergerak ke wilayah Tanjung Balai yang pada saat itu sebagai pusat pemerintahan afdeling Asahan. Selanjutnya dari Asahan (Tanjung Balai) menuju wilayah Labuhanbatu untuk merebut kota Rantauprapat.
Pada masa penjajahan Jepang sistem Belanda tetap dilanjutkan, yaitu sistem pemerintahan zelf bestuur dan kekuasaan Sultan/Raja tetap berlangsung. Untuk memonitoring kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Sultan/Raja pemerintah Jepang memebentuk fuku bunsyuco.
Disamping itu istilah istilah pimpinan tingkatan pemerintahan diganti dari bahasa Belanda menjadi bahasa Jepang seperti, Keresidenan diganti dengan syuu dan kepalanya disebut syuu cookan, Regenshschap (Kabupaten) diganti dengan ken dan kepalanya disebut dengan ken coo, Stadsgementhe (pemerintahan kota) diganti dengan si kepalanya disebut dengan si coo, Kampung/Desa disebut dengan ku, kepalanya disebut ku coo.
Kekalahan Jepang pada perang Asia Timur Raya, yaitu Jepang menyerah pada sekutu tanggal 15 Agustus 1945 telah memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk merdeka sebagai bangsa yang berdaulat.
Demikianlah maka pada tangga 17 Agustus 1945, kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang-undang dasar 1945 ditetapkan oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai Undang-undang Dasar Negara republik Indonesia.
Kemudian dalam sidangnya tanggal 19 Agustus 1945, oleh PPKI dicapai kesepakatan pembagian wilayah republik Indonesia dalam 8 (delapan) provinsi yakni masing-masing, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku. Provinsi dibagi dalam kresidenan yang dikepalai oleh Presiden, Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasioanal Daerah sedangkan kedudukan kota (gemeente) diteruskan.
Pada tanggal 2 oktober 1945 Tengku Muhammad Hasan diangkat menjadi Gubernur Sumatera, kemudian pada tanggal 3 oktober 1945 Gubernur Sumatera mengibarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang pada saat itu dihadiri oleh utusan/wakil-wakil daerah.
Selanjutnya utusan/wakil-wakil daerah kembali kedaerahnya masing-masing sesampainya didaerah masing-masing, utusan daerah tersebut mengadakan pertemuan dengan pemuka-pemuka masyarakat didaerahnya masing-masing untuk membentuk Komite Nasioanal Daerah.
Pada tanggal 16 malam 17 oktober 1945, bertempat dirumah dinas kepala PLN Rantuaprapat, di adakan rapat dan secara resmi tanggal 17 Oktober 1945 dibentuklah Komite Nasioanal Daerah Labuhanbatu dengan susunan pengurus, Penasehat Abdul Hamid, Wakil Penasehat dr. Hidayat, Ketua Abdul Rahman, dr. Hidayat, Setia Usaha (Sekretaris) Abu Tohir Harahap, Angota Mardan, Aminur Rasyid, M Sarijan, Dahlan Ganafiah, Sutan Kadiaman Hutagalung, A Manan Malik, M Sirait, R Sihombing, Djalaluddin Hatta, M Kasah, Muhammad Din. Dalam rapat tersebut juga ditetapkan ketua Abdul Rahman sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Setelah terbentuknya Komite Nasioanal Daerah maka pemerintahan Swapraja di Labuhanbatu yang ada pada waktu itu menjadi berakhir. Tugas dan tanggung jawab pemerintahan diambil alih dan dikuasai oleh Komite Nasioanal Daerah. Dengan demikian maka pada tanggal 17 oktober 1945 secara resmi telah dibentuk pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu yang dijalankan oleh Komite Nasioanal Daerah.
Tugas pertama Komite Nasioanal Daerah Labuhanbatu adalah membentuk tim penerangan untuk memberikan penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat di kampung-kampung bahwa kemerdekaan Negara Republik Indonesia telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam perkembangan berikutnya, jalannya pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu dilaksanakan oleh Komite Nasioanal Daerah sampai dengan awal tahun 1946 kurang dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sebagai akibat fokus pemikiran pada waktu itu lebih ditujukan untuk mempersiapkan perlawanan fisik kepada penjahah Belanda yang selalu berupaya merebut kembali Negara Republik Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat sejak tanggal 17 Agustus 1945.
Pada bulan Maret 1946, Komite Nasioanal Daerah Keresidenan Sumatera Timur mengadakan sidang pleno bertempat di Jalan Suka Mulia nomor 13, Medan antara lain menetapkan, Komite Nasioanal Daerah berubah menjadi dewan atau legislatif, menetapkan Sumatera Timur menjadi 6 (enam) Kabupaten yakni, Langkat, Deli Serdang, Karo, Simalungun, Asahan dan Labuhanbatu.
Karena situasi yang semakin gawat pada waktu itu menjelang agresi militer pertama, Ibukota Keresidenan Sumatera Timur pindah dari Medan ke Tebing Tinggi, selanjutnya pada tanggal 26 Juni 1946 legislatif Keresidenan Sumatera Timur bersidang di Pabatu mengangkat 6 (enam) orang Bupati untuk 6 Kabupaten di Keresidenan Sumatera Timur yang baru dibentuk sekaligus pengangkatan para Wedana di wilayah Kabupaten tersebut. Diantaranya bupati yang diangkat adalah Gouse Gautama pimpinan Taman Siswa Kisaran diangkat menjadi Bupati Labuhanbatu yang pertama.
Minimnya pelayanan masyarakat terjadi, mengingat luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu yang meliputi 22 kecamatan menjadi hambatan dalam upaya pemeberian pelayanan optimal kepada masyarakat, sehingga pada pemangku kepentingan termasuk didalamnya intelektual muda bersama dengan masyarakat mewacanakan pemekaran wilayah Kabupaten Labuhanbatu yang pada prinsipnya pemekaran dimaksud adalah untuk memperpendek rentang kendali pelayanan.
Wacana atau aspirasi tersebut mendapat tanggapan positif dari pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dan dewan Kabupaten perwakilan rakyat daerah Kabupaten Labuhanbatu yang pada akirnya aspirasi masayarakat dan pemerintahan atasan ditandai dengan terbitnya undang-undang nomor 22 tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Kabupaten Labuhanbatu memiliki 9 kecamatan yang terdiri dari 23 kelurahan dan 75 desa. Dengan semakin berkurangnya luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu maka pelayanan kepada dapat lebih optimal.
Penghargaan
Terwujudnya pelayanan pemerintahan yang terbaik kepada masyarakat Kabupaten Labuhanbatu membutuhkan niat baik dan usaha-usaha keras yang berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan guna mengisi kemerdekaan yang telah dipersembahkan oleh para pendahulu kita dengan satu tekad bersama rakyat menuju sejahtera 2021, Labuhanbatu semakin hebat lebih berdaya 2025.
Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2018 pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu mendapat penghargaan yakni, Komitmen dan keberhasilannya dalam penyelenggaraan penerapan e-ktp di dari Mentri Dalam Negeri RI Gamawan Fauzi tahun 2012, Festival mainan tradisional dengan jenis terbanyak dari MURI tahun 2013, kegiatan pengembangan tata air mikro desa (TAM) dari Mentri Pertanian RI Suswono tahun 2013.
Penerbitan peraturan daerah dan/atau peraturan bupati/walikota terkait pemberian akta kelahiran gratis/bebas biaya dan melaksanakan program-program yang inovatif dalam upaya percepatan kepemilikan akta kelahiran dari Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Linda Amalia Sari tahun 2013, penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari Mentri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Muhammad Hanif Dhakiri tahun 2014 dan tahun 2015.
Selanjutnya Bidan Teladan Tingkatan Provinsi Sumatera Utara atas nama Nurliana Matondang bertugas di Puskesmas Sei Berombang dari Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho tahun 2015, menulis harapan tentang kotanya oleh pelajar terbanyak dari MURI tahun 2016, taman bacaan masyarakat (TBM) Gema Wisesa Kecamatan Rantau Selatan sebagai tingkat Provinsi Sumatera Utara dari Plt Gubernur Erry Nuradi tahun 2017.
Penghargaan percepatan cakupan pemberian akta kelahiran anak dari Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Yohana Susana Yambise tahun 2017, tenaga kesehatan teladan tingkat Provinsi Sumatera Utara atas nama Hanisah Rambe, Puskesmas Sigambal dan Dosmaria Sinaga, Puskesmas Negeri Lama dari Gubernur Sumatera Utara T. Erry Nuradi tahun 2017, Tenaga kesehatan teladan tingkat Provinsi Sumatera Utara atas nama Fransiska Kristiani, Puskesmas Lingga Tiga dari Gubernur Sumatera Utara T. Erry Nuradi tahun 2018.
Penghargaan Kampung KB terbaik tingkat Provinsi Sumatera Utara Desa Pondok Batu oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi tahun 2018, Penghargaan kinerja terbaik II OPD KB tingkat Provoinsi Sumatera Utara, Edy Rahmayadi tahun 2018.
Penghargaan Kabupaten layak anak, penghargaan sekolah ramah anak yang di raih MIN Padang Bulan dan penghargaan Puskesmas layak anak yang diterima Puskesmas Rantauprapat yang mendapat penghargaan dari Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak RI Yohana Susana Yambise tahun 2018, demikian sejarah singkat perkembangan pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu.
Sumber : antaranews