TNews, SULUT – Dalam masa kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw, (ODSK) Bolmong Raya dinilai mengalami diskriminasi dalam alokasi anggaran pembangunan.
Data terbaru menunjukkan bahwa pada Tahun Anggaran 2023, hanya dua paket pekerjaan yang diberikan untuk wilayah ini, masing-masing adalah rehabilitasi ruas jalan Tuntung dan pembangunan saluran di Buko, dengan total anggaran masing-masing sebesar 2 miliar rupiah.
Lebih mencolok, untuk Tahun Anggaran 2024, Bolmong Raya sama sekali tidak mendapatkan proyek pembangunan fisik. Semua dana dari APBD dan DAK justru dialokasikan untuk Minahasa Raya dan proyek Cristian Center Ring Road Manado.
Kejanggalan ini semakin terlihat ketika Sanger, salah satu daerah lain, mendapatkan DAK jalan sebesar 12 miliar rupiah, meskipun Bolmong memiliki ruas jalan provinsi terpanjang kedua di Sulut.
Ditambah lagi, untuk ruas jalan provinsi Modayag-Molobog di Desa Lanut yang putus sejak Mei 2024 dan belum diperbaiki hingga saat ini. Selain itu, jembatan di Desa Werdi Agung yang dijanjikan akan dibangun dengan dana APBDP 2024 juga belum direalisasikan.
Kondisi ruas jalan provinsi lainnya, seperti Lobong-Wangga-Bilalang-Upai, semakin memperburuk situasi. Selama tiga tahun, jalan tersebut dibiarkan rusak tanpa perbaikan berarti. Pada Tahun 2023, hanya diberikan dana sebesar 200 juta rupiah untuk penanganan sementara berupa patching di Desa Upai.
Menanggapi ini, Kepala Dinas PU Provinsi Sulut, Deicy Paath, saat dimintai komentar enggan memberikan tanggapan lebih lanjut. “Soal anggaran 2023 saya tidak tahu. Untuk 2024 nanti akan ditindaklanjuti,” ujarnya singkat.
Terpisah Aktivis dari Bolmong Raya, Sehan Ambaru, menyatakan bahwa ketidakberpihakan ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah provinsi terhadap wilayahnya.
“Ini membuktikan bahwa kebijakan provinsi tidak serius membantu Bolmong Raya. Dengan hanya dua paket tahun lalu dan tidak ada proyek tahun ini, jelas menunjukkan rezim ODSK tidak berpihak pada kami,” ungkap Ambaru.
Ambaru mencurigai bahwa anggaran untuk proyek fisik dialokasikan untuk kepentingan pemenangan pemilihan kepala daerah oleh salah satu pasangan calon (paslon).
“Di tahun ini, tidak ada keberpihakan APBD dalam bentuk pengerjaan fisik di Bolmong Raya. Saya menduga bahwa anggaran ini disiapkan untuk kepentingan politik, yang tentunya harus diwaspadai,” ungkap Sehan Ambaru.
Ambaru menekankan pentingnya peran Bawaslu dalam mendeteksi kebijakan-kebijakan janggal dari pemerintah provinsi terkait pembangunan fisik. “Kondisi ini sangat berbahaya. Kami meminta Bawaslu untuk mengawasi dan memastikan bahwa alokasi anggaran tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu,” tegasnya.
Dengan situasi ini, nasib pembangunan infrastruktur di Bolmong Raya berada dalam sorotan, dan banyak pihak berharap ada perubahan kebijakan dari pemerintah provinsi demi kepentingan masyarakat setempat. (**)