Transparansi Tergencet di OJK Bengkulu: Humas Keluarkan Wartawan dari Grup WA, Akal Publik Diremehkan

oleh -89 Dilihat
Gambar: Transparansi Tergencet di OJK Bengkulu: Humas Keluarkan Wartawan dari Grup WA, Akal Publik Diremehkan.

TNews, OPINI – Pada Sabtu, 29 November 2025, sebuah insiden kecil di grup WhatsApp media OJK Bengkulu berubah menjadi potret buram relasi lembaga publik dengan pers. Jurnalis Nasti Nasution tiba-tiba dikeluarkan dari grup tanpa penjelasan apa pun. Penyebabnya pun bukan hal pelik: ia menanyakan perbedaan jumlah data antara klaim peserta donor darah OJK dan angka stok darah yang tercatat di PMI.

Pertanyaan sederhana itu—yang seharusnya dijawab dengan data atau klarifikasi—malah berujung pada pengusiran. Tidak ada alasan, tidak ada penjelasan, hanya keputusan emosional yang memutus akses informasi wartawan dalam sekejap.

Ketua JMSI Bengkulu, Riki Susanto, mengecam keras langkah tersebut. Baginya, tindakan Humas OJK tidak sekadar salah langkah komunikasi, melainkan indikasi buruknya kesiapan lembaga publik menghadapi pengawasan media.
“Ini perilaku primitif dalam komunikasi publik,” tegas Riki. “Humas itu wajah lembaga. Kalau wajahnya mudah tersinggung dan anti kritik, bagaimana publik bisa percaya pada integritas OJK?”

Pertanyaan Nasti bukan provokasi. Ia bertanya karena UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan jelas menegaskan bahwa data kegiatan lembaga publik adalah informasi terbuka. Yang diminta hanya penjelasan angka, bukan sesuatu yang mengancam kerahasiaan negara. Namun di ruang WA itu, sensitivitas personal tampak lebih dominan dibanding kewajiban lembaga.

Riki menambahkan bahwa pejabat Humas seharusnya mampu merespons pertanyaan kritis dengan kepala dingin. “Kalau modelnya begini, marwah OJK bisa runtuh oleh tindakan oknum yang tak siap menghadapi fungsi kontrol media,” ujarnya.

Karena itu, Vox Populi menilai KIP Bengkulu wajib memanggil OJK untuk meminta klarifikasi formal. Insiden pengusiran wartawan dari ruang informasi adalah pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan yang dilindungi undang-undang. OJK harus memberikan penjelasan, bukan hanya kepada media, tetapi kepada publik yang membiayai operasional lembaga tersebut.

JMSI Bengkulu ikut mendesak evaluasi serius terhadap kinerja Humas OJK Bengkulu, agar hubungan yang selama ini dibangun dengan media tidak rusak oleh tindakan emosional satu orang.

Peristiwa ini kecil secara bentuk, tetapi besar dalam makna. Ia memperlihatkan bagaimana sebagian lembaga negara masih kesulitan menerima transparansi sebagai kewajiban, bukan pilihan. UU KIP seperti kuat di atas meja rapat, namun rapuh ketika diuji di ruang percakapan sehari-hari.

Vox Populi melihat kejadian ini sebagai pengingat: pertanyaan adalah hak publik, bukan gangguan. Dan ketika seorang wartawan dikeluarkan hanya karena bertanya, yang tercabut bukan hanya akses informasi—melainkan kepercayaan publik terhadap lembaga itu sendiri.*

Opini Publik: Vox Populi VD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

No More Posts Available.

No more pages to load.