TotabuanNews, Labuhanbatu Selatan-Dahulu, penduduk Pulau Rempang berjuang dengan gigih mengusir penjajah dari tanah mereka sendiri.
Namun ironisnya, kini penduduk Pulau Rempang sendiri yang diusir dari tanah yang mereka perjuangkan dan cintai.
Masyarakat asli Pulau Rempang tinggal berdampingan dengan alam di pulau ini, mereka memiliki hak sejarah yang sangat dalam terhadap tanah yang mereka tinggali.
Namun sayangnya, tanah adat yang pernah mereka perjuangkan seakan-akan tidak diakui dengan tidak adanya sertifikat kepemilikan resmi, berbeda dengan keadaan di daerah-daerah lain seperti Rona Minang.
Di Rona Minang, pemerintah setempat memiliki kewenangan untuk mengatur tanah ulayat tanpa harus memiliki sertifikat, berkat kekuatan sistem pemerintahan adat yang kokoh.
Mereka dapat mengatur tanah mereka sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Kesepakatan semacam ini telah berlangsung sejak awal berdirinya Republik Indonesia.
Pulau Rempang memiliki cerita yang berbeda. Pada masa lalu, belum ada kesepakatan serupa antara pemerintah Indonesia dan masyarakat asli terkait tanah adat mereka.
Bagaimana aturan tentang tanah adat ini diterapkan di Pulau Rempang, dan apa yang akan terjadi di masa depan?
Pulau Rempang terletak di Provinsi Kepulauan Riau dan merupakan salah satu pulau di Kota Batam. Pulau ini terletak sekitar 3 km di sebelah tenggara Pulau Batam.
Pulau Rempang lebih dikenal sebagai daerah pertanian dan perikanan. Namun baru-baru ini, Pulau Rempang menjadi pusat perhatian nasional karena keputusan pemerintah untuk merelokasi seluruh penduduknya, yang berjumlah sekitar 7.500 orang dari pulau ini.
Perhatian nasional tertuju pada Pulau Rempang setelah terjadi bentrokan antara penduduk setempat dengan aparat pada awal September 2023 lalu.
Insiden ini mengguncang Kota Batam, Kepulauan Riau, bahkan seluruh Republik Indonesia. Banyak masyarakat yang sangat prihatin dengan kejadian ini.
Pada hari tersebut, ratusan aparat gabungan berkumpul di Pulau Galang untuk mengamankan petugas yang hendak melakukan pengukuran dan pemetaan lahan di pulau ini.
Rencana ini memicu penolakan dan akhirnya berujung pada kerusuhan. Warga setempat mencoba menghalangi mereka, bahkan beberapa dari mereka melemparkan batu ke arah aparat.
Aparat tersebut dilengkapi dengan peralatan anti-huru-hara, termasuk gas air mata dan kendaraan taktis, untuk mengatasi perlawanan tersebut.
Apa yang menjadi penyebab kerusuhan ini? Semuanya berkaitan dengan rencana pembangunan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang akan dikelola oleh PT Makmur Elok Graha dengan investasi lebih kurang sebesar 381 triliun rupiah.
Wajah Pulau Rempang akan diubah menjadi kawasan investasi terpadu seluas 17.000 hektar. Namun, keputusan ini memunculkan kontroversi besar karena mengancam hak-hak masyarakat yang telah berabad-abad tinggal di pulau tersebut.
Sejarah Pulau Rempang mencatat bahwa pulau ini pernah menjadi tempat tinggal orang dari suku orang darat, yang juga dikenal sebagai orang utan. Mereka dipercaya sebagai penduduk asli Kota Batam.
Pada tahun 1930, seorang pejabat Belanda bernama P. Wing mengunjungi mereka dan mencatat bahwa mereka adalah suku asli yang hidup tanpa dinding, hanya beratap.
Menurut catatan sejarah, orang-orang darat ini adalah keturunan prajurit Kesultanan Riau-Lingga dan telah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720.
Mereka bahkan berperan sebagai prajurit Kesultanan Riau-Lingga dalam perang Riau antara tahun 1782 dan 1784, serta dalam perang Riau kedua antara tahun 1784 dan 1787.
Basis pertahanan mereka di Pulau Rempang, Galang, dan Bolang sangat kuat sehingga pasukan Belanda dan Inggris enggan untuk mencoba masuk ke wilayah Kesultanan Riau-Lingga.
Penduduk setempat dikenal sebagai pasukan vertikaman Kesultanan, yang merupakan pasukan elit.
Mereka telah tinggal di Pulau Rempang secara turun-temurun. Pada tahun 1930, hanya ada sekitar 36 orang darat yang ditemukan. Namun, pada tahun 2014, pemerintah memutuskan untuk memperluas kawasan industri di Pulau Batam, termasuk Pulau Rempang yang dikenal dengan sebutan Barelang.
Kawasan ini menjadi proyek strategis nasional pada tahun 2023 dan direncanakan akan menjadi kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata yang disebut “Rempang Eco City.” Pembangunan kawasan ini dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha.
Inilah kisah tentang asal-usul orang asli Pulau Rempang dan bagaimana Pulau Rempang berada dalam situasi saat ini.
Pemberian hak atas tanah di Pulau Rempang kepada investor asing tidak boleh merampas hak tanah warga setempat yang sudah tinggal sejak dahulu. Bahkan sudah sejak sebelum Indonesia merdeka.
Yang paling penting adalah bagaimana pemerintah yang seharusnya mengayomi dan melindungi masyarakatnya dan bukan mengintimidasi atas dalih investasi.
Janganlah dengan dalih investasi tetapi harus mengorbankan rakyat sendiri yang merupakan pejuang kemerdekaan Ibu Pertiwi demi mensejahterakan investor asing sehingga membuat pribumi menjadi kuli di negeri sendiri. Oklubis