TOTABUAN.NEWS, MANADO – Pemilu 2019 boleh dikata menjadi bencana bagi sejumlah petugas KPPS. Banyak petugas KPPS tercatat sakit bahkan meninggal dunia karena kelelahan dalam melaksanakan tugas. Untuk sulawesi utara saja, tercatat ada 7 KPPS sakit dan meninggal dunia.
Menanggapi fenomena tersebut salah satu tokoh birokrat Bolmong Raya Abdullah Mokoginta menyarankan alangkah baiknya sistem pemilu di Indonesia menggunakan sistem e-voting. Sistem e-voting berdasarkan data yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dengan menggunakan NIK, sidik jari dan regina mata.
“Nantinya akan ada aplikasi e-voting, ketika orang akan melakukan pemilihan dia bisa membuka melalui sidik jarinya, ini bisa dijamin tidak akan ada pemilih ganda dan tidak ada yang vote dua kali,” jelas mantan Sekretaris KPUD Kotamobagu ini.
Lanjut Abdullah, sistem itu bisa dilaksanakan di mana saja, melalui tehknologi yang sudah ada. “Ini bisa menghemat waktu, ketika pencontrengan sudah selesai misalnya jam 2 siang semua data sudah terkirim ke server pusat, dan jam itu juga sudah bisa diketahui pemenangnya,” kata Abdullah.
Lanjut Abdullah, sistem itu selain menghemat waktu, bisa menghemat biaya. Memang awalnya biaya agak tinggi karena untuk pembelian perangkatnya. “Tapi kedepan sudah sangat murah. Kita tidak butuh lagi pembuatan TPS, logistik, kotak suara, surat suara, honor KPPS tidak besar. Lebih muda dan murah. Serta keakuratan hasil pemilu dijamin seratus 100 datanya akurat, karena tidak ada pemilih ganda dan coblos dua kali, tidak ada salah hitung,” kata Abdullah.
Dengan sistem itu, juga kata Abdullah bisa dipastikan fenomena seperti saat ini banyak yang meninggal petugas KPPS karena kelehan, tidak akan terjadi lagi. “Sehingga disarankan kepada pemerintah agar pemilu kedepan menggunakan sistem e-voting,” tutup sekretaris Dinas Perdagangan Provinsi Sulut ini.
Konni Balamba