Oleh : Jein djauhari, SH,MH (Direktur Advokat/Pengacara JD Law Firm dan Ketua YLBH PIHAK)
TNews, OPINI – Sebetulnya sebagai orang awam dengan istilah medis, saya masih bingung apa sih bedanya Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) dalam menghadapi pandemik Corona Covid-19. Dan apa dasar hukum seseorang ditetapkannya sebagai PDP dan ODP.
Saya tidak temukan dua istilah itu dalam peraturan perundang-undangan (belum temukan). Istilah dalam Undang-Undang (UU) justru jika seseroang diduga (suspect) terjangkit penyakit menular hanya disebut Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar. (UU Nomor 6 Tahun 2028)
Jika PDP dan ODP merupakan pengembangan istilah karantina sebagaimana disebutkan dalam UU, maka pemerintah harus bertanggung jawab atas hak-haknya, khusunya bagi ODP yang hanya melakukan karantina rumah selama 14 hari.
Ingat,. Karantina rumah ya. Bukan karantina mandiri dirumah. Bagi saya, berbeda antara karantina rumah dan karantina mandiri dirumah. Karantina rumah atau mungkin dengan sebutan ODP dilakukan harus dengan pengawasan pemerintah. Sedangkan karantina mandiri dirumah dilakukan atas dasar kesadaran masyarakat untuk menghindari terjangkitnya penyakit menular (Covid-19).
Ada perbedaan antara keduanya, yakni hak dan kewajiban. Karantina rumah wajib dilakukan dan diawasi oleh pemerintah dengan memenuhi hak-hak yang diduga terjangkit atau terpapar. Sementara karantina mandiri dirumah dilakukan tidak atau dengan pengawasan pemerintah.
Hak-hak dan kewajiban itu misalnya “mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina”. Dan orang tersebut wajib untuk tidak keluar rumah.
Tujuannya untuk pencegahan pandemik atau darurat penyakit menular (covid-19) yang sangat mengganggu kehidupan dan ketahanan negara. Pemerintah segera melakukan upaya-upaya yang tepat untuk menanggulangi bencana ini. Termasuk melakukan karantina wilayah (lockdown) jika memang harus dilakukan sebagai pencegahan sejak dini.
Tapi jika karantina wilayah tidak dilakukan, maka karantina lainnya wajib dilakukan dengan harus memenuhi hak-haknya sebagai upaya menutup pintu penularannya, agar potensi penularan dapat dicegah sedini mungkin. Dapat dibayangkan jika OPD tadi pergi ke supermarket membeli segala kebutuhan kesehariannya selama karantina atau tempat lain yang juga dikunjungi oleh orang lain sementara OPD ini belum diketahui apakah dia positif atau negatif.
Himbauan selama ini memang sangat membantu, untuk berprilaku hidup sehat, mencuci tangan dan himbauan untuk tetap dirumah. Tetapi jika tidak menutup pintu-pintu penularannya, tetap sama saja. Jika penularan Covid-19 ini semakin meluas maka pemerintah harus menetapkan karantina wilayah, konsekuensinya pemerintah juga harus bertanggung jawab atas kebutuhannya atas pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina terhadap masyarakat diwilayah itu sebagai hak.
Demikian..