TNews, POLITIK – PKS mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Partai NasDem tak mencalonkan iparnya, Wahyu Purwanto di Pilbup Gunungkidul tapi memberi restu anaknya, Gibran Rakabuming Raka di Pilwalkot Solo. PDIP menyebut majunya Wahyu Purwanto dan Gibran Rakabuming Raka ke gelanggang Pilkada 2020 punya cerita berbeda.
“Nggak (pilih kasih) dong, ini Wahyu keinginannya baru belakangan, agak beda dengan Gibran dari awal mendaftar, Bobby dari awal mendaftar, Wahyu kan terakhir-akhir, bos,” kata Ketua Bidang Pemenangan Pemilu PDIP, Bambang Wuryanto kepada detikcom, Rabu (29/7/2020).
Gibran jauh sebelum Wahyu telah mendaftarkan ke PDIP sebagai bakal calon wali kota Solo. Menurut Bambang, Wahyu telat mendekati PDIP dan kemudian juga tak mendapat restu Jokowi.
“Dulu ke mana Wahyu? Ini soal prosedur. Dulu beliaunya ke mana? Keinginannya kapan tumbuh? Kan kita nggak ngerti. Gibran dari awal, Bobby dari awal, dua-duanya dari awal,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR itu.
Bambang menyatakan tak ada pilih kasih restu Jokowi kepada Gibran dan Wahyu. Ia mengaku paham dengan sikap Jokowi.
“Bukan soal pilih kasih. Saya pastikan bukan karena pilih kasih. Apapun Pak Jokowi juga, sudahlah saya paham orang Jawa. Itu bukan pilih kasih, pasti diberi kesadaran penuh kepada Wahyu,” tutur Bambang.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Partai NasDem tak mencalonkan iparnya, Wahyu Purwanto, di Pilkada Gunungkidul. PKS menilai sikap Jokowi tidak konsisten lantaran sang anak, Gibran Rakabuming mendapat restu untuk maju di Pilwalkot Solo.
“Kalau niatnya (Jokowi meminta Wahyu tidak mencalonkan) saya tidak tahu. Tetapi sikapnya (Jokowi) tidak konsisten. Mestinya, kalau di sini tak mendukung, ya, di sini juga jangan didukung, anak dan menantunya,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/7).
Mardani kemudian menyinggung salah satu tuntutan saat reformasi, yakni pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Mardani menilai Jokowi mempraktikkan nepotisme.
“Ketika Presiden, tanda kutip, membiarkan anak dan menantu maju (di pilkada), beliau kan selalu bilang ‘Saya tidak akan kampanye’, tapi babnya KKN, nepotisme, dalam hal ini, kekeluargaan, kekerabatan bahasa Mbak Titi (Direktur Eksekutif Perludem) itu salah satu yang kita ingin hilangkan saat tuntutan rakyat di reformasi, sekarang orang nomor 1 mempraktikkan,” sebut Mardani.
“Dia tidak mengkampanyekan, buat saya mempraktikkan. Ini buat saya sesuatu yang sangat berbahaya dan buruk demokrasi,” imbuhnya.
Sumber: detik.com