TNews, BOLMONG – Banyaknya isu di Media Sosial (Medsos) yang diposting sejumlah akun palsu alias Bodong yang menyeruka BMR pilih BMR nampaknya tak laku lagi.
Bahkan issu primordial tak terelakkan mewarnai ajang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulut 2020.
Sejumlah pihak menggoreng isu suku dan agama untuk beroleh elektabilitas.
Yang paling heboh adalah isu tentang BMR.
Meski ajakan ini marak, tapi sejumlah pihak meyakini tak akan mempengaruhi
akal sehat warga dalam menentukan pilihan.
Seperti diutarakan Mantan anggota DPRD Bolmong Yusuf Mooduto, menurutnya isu primordial tak lagi relevan di BMR.
Masyarakat BMR kata dia, sudah cerdas untuk menentukan pilihan berdasarkan rekam jejak serta kapabilitas.
“Tidak relevan lagi. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, sudah mudah mencari rekam jejak calon pemimpin kemudian menganalisa. Rakyat sudah mudah menilai apa benar yang dijanjikan sesuai dengan sejarah hidup dan riwayat kepemimpinan mereka. Rakyat sekarang sudah rasional,” kata Yusuf kepada wartawan, Jumat (06/11/2020).
Bahkan kata dia, Pilgub bukanlah ajang pemilihan kepala suku. Tapi untuk memilih pemimpin yang dapat membawa kemajuan bagi Sulut.
“Sebab kalau pemilihan kepala suku, belum tentu yang ada sekarang, yang dijual-jual mewakili suku dan masyarakat BMR, akan terpilih. Karena ada banyak putra daerah yang lebih dan mampu menunjukkan eksistensi dan memperjuangkan aspirasi rakyat BMR ke pusat dan provinsi dalam wujud nyata. Bukan sekedar janji. Itu kalau konteks pemilihan kepala suku,” tegas Mooduto Mooduto.
Lanjutnya, semakin banyak tokoh masyarakat BMR yang gabung ODSK. Itu karena mereka melihat ODSK punya semua kualifikasi untuk memajukan Sulut, temasuk di dalamnya BMR.
Untuk itu dia mengimbau, warga BMR tidak terpengaruh isu murahan, tapi melihat jauh ke depan.
“Di depan ada kawasan Industri Mongondow yang nantinya akan menyerap ribuan tenaga kerja di Sulut,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB Bolmong Supandri Damogalad, meyakini kedewasaan berpolitik warga BMR. Warga akan memilih figur pluralis yang dapat memajukan daerahnya.
“Warga Bolmomg sudah dewasa dalam menentukan pilihan. Juga mengingatkan semua pihak agar tidak menjauhi sentimen agama dalam Pilgub 2020,” ucapnya.
Sebelumnya, Budayawan Bolmong Chairun Mokoginta angkat bicara
mengenai politik identitas yang kerap
menyeret etnis Mongondow ke
dalam pusarannya.
Menurut Chairun, terdapat empat kriteria pemimpin dalam kebudayaan Mongondow. Pria yang sudah meneliti adat Mongondow sejak tahun 1970 ini, mengaku tak ada keharusan orang Mongondow memilih Mongondow.
“Itu tidak ada. Selama meneliti saya tidak menemukan referensi orang Mongondow harus pilih Mongondow. Kalau ada yang berikan referensi perlu dipertanyakan dari mana itu berasal,” katanya belum lama ini.
Dia menyebut, empat kriteria tersebut.
Pertama, kata dia, Moko Dotol atau patriotisme.
“Pemimpin harus mampu menjaga wilayah, memberi rasa aman dan nyaman kepada rakyat,” bebebernya.
Kedua adalah Moko Rakup atau mengayomi seluruh anggota masyarakat. Ini berkaitan dengan masalah ekonomi.
“Selanjutnya adalah Mokodia atau amanah. Artinya pemimpin harus konsisten,” sebut Mokoginta.
Terakhir Moko Anga yang berarti baik dari sikap dan perilaku.
Moko Anga dahulunya jadi kriteria pengkaderan Bogani. Ia mengatakan, empat kriteria itu sejalan dengan tiga karakter orang Mongondow. Ketiga karakter itu mencerminkan sikap orang Mongondow yang demokratis.
“Mo’o ulean atau bila terjadi gesekan dan benturan sesama, maka diselesaikan secara damai. Kedua, Mo’o Aheran atau saling menghargai. Jadi orang Mongondow itu saling menghargai. Siapa pun yang datang ke Mongondow harus di terima. Ketiga, Mobo Bangkalan atau saling menghormati,” tutupnya. (*)