Di Balik Layar Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulut Lexsy Mamonto

0
444
Lexsy Mamonto, sosok pemikir dan pekerja keras. Hobby berkebun

TNews, KOTAMOBAGU – DR. Hi Lexsy Mamonto, adalah wakil ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulut, putra Bolmong Raya. Namun siapa sangka di balik layar seorang hakim kondang ini, adalah sosok yang memiliki hobi dalam berkebun. Ini terbukti saat ditemui ketua Bakid Pemuda Bolmong Raya Novel Damopolii.

Di mana Usai Adzan Ashar berkumandang, di salah satu kebun yang terletak di Desa Poyowa Besar, Kotamobagu, sang Hakim itu terlihat beristirahat sejenak, keringat mengucur dari tubuhnya, sambil meminum air dari segelas cangkir.

Ia tersenyum puas, kemudia berbincang-bincang dengan Novel Damopilii. “Saya shalat ashar dulu,” ujarnya, sambil mengajak Novel dan beberapa teman Bakid Pemuda BMR untuk shalat berjamaah.

Sesudah shalat Ashar, bincang-bincang pun dilakukan sambil ditemani gelas kopi. “Kehidupan Orang Mongondow tidak bisa terlepas dari kebun dan sawah. Saya dibesarkan, disekolahkan dari hasil kebun dan sawah. Ini adalah akar kita, tanah Totabuan begitu subur, apa yang ditanam Insya Allah akan tumbuh dan berkembang, seperti lirik lagu Koes Plus, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman,” katanya di Poyowa Besar, belum lama ini.

Keseharian Orang Mongondow, baik itu PNS, pengusaha atau profesi kata Lexsy, sangat dekat dengan kebun dan sawah. Mereka bekerja, sibuk dengan urusan masing-masing, namun diakhir minggu (weekand, jumat-minggu) mereka meluangkan waktunya untuk melihat, mengunjungi, merawat kebun dan sawah mereka sendiri. “Disamping membuat pikiran jadi fresh, juga membuat tubuh menjadi sehat. Ada juga yang menjual hasil panen untuk tambahan penghasilan keluarga,” jelasnya.

Bagi Lexsy, kehidupan seseorang berputar seperti roda, ada kalanya kita diatas, ada kalanya di bawah. “Dengan berkebun, kita membantu kehidupan orang lain. Apakah mempekerjakan mereka untuk merawat dan mengolah kebun dan sawah dengan sistem tumoyo (sistem bagi

hasil orang Mongondow), atau menggaji mereka. Ketika kita diatas, kita tidaklah melupakan akar kita, darimana kita berasal. Ketika kita dibawah, kita mampu bersabar, melatih jiwa untuk kuat dan tegar,” ungkapnya.

Lexsy melanjutkan ceritanya, hasil kebun dan sawah dapat menjadi safety net (jaring pengaman) ketahanan pangan untuk keluarga, Sehingga dalam keadaan keuangan sebuah keluarga minim, mereka tidaklah kelaparan. Kalau kelurga tidak menderita kelaparan, mereka mampu berpikir dan bekerja. “Ini filosofi dasar yang diajarkan oleh orang tua kami dahulu,” katanya.

Disisi lain menurut Lexsy, orang Mongondow sangat menghargai kekeluargaan, sehingga walaupun tidak memiliki hubungan darah, namun tetap mendapat sapaan Utat. “Fungsi lain dari kebun dan sawah, secara tidak langsung mampu memperat hubungan kekeluargaan. Contohnya : Ba gutat (membantu dalam bentuk barang atau uang tatkala keluarga ada hajatan) dengan hasil kebun dan sawah,” urainya.

Diakhir perbincangan, Lexsy mengungkapkan, berkebun adalah panggilan hati, berkebun membuat kita dekat dengan alam. “Kecintaan kita kepada sesama manusia, kepada makhlum hidup ditambah kecintaan kita kepada alam, Insya ALLAH akan membawa kita kepada Rahmatan Lil Allamin,” tutupnya.

 

Tim TNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.