Kejati Sulut Ungkap Kasus Mafia Tanah, Nama Calon Bupati Yang Kalah di Pilkada Bolmong Terseret

0
2437

TNews, BOLMONG – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) berhasil mengungkap praktik jual beli lahan negara di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Dalam kasus ini, sekitar 169 hektare tanah yang diduga milik negara disita sebagai barang bukti. Penyitaan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kepala Kejati Sulut Nomor Print-679/P.1/Fd.1/07/2022 tanggal 12 Juli 2022, yang disertai dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Manado Nomor 38/Pen.Pid/2022/PN.Mnd, juga tertanggal 12 Juli 2022.

Kasus ini melibatkan dua lokasi tanah yang sebelumnya berstatus HGU (Hak Guna Usaha) atas nama Puskud Sulut, yang kini berada dalam penguasaan PT. Conch North Sulawesi Cement. Pertama, tanah seluas 50 hektare yang sebagian masuk dalam sertifikat Ex HGU Nomor 1/Inobonto I dan Nomor 2/Inobonto I.

Kedua, tanah seluas 119 hektare yang juga berada dalam sertifikat Ex HGU Nomor 1/Inobonto I dan Nomor 2/Inobonto I. Pihak Kejati Sulut mengungkapkan bahwa penyitaan ini dilakukan dalam rangka penyidikan dugaan korupsi terkait pengalihan hak atas tanah negara dari Puskud Sulut kepada PT. Sulenco Bohusami Cement yang kemudian dialihkan ke PT. Conch North Sulawesi Cement.

Kejati Sulut mengingatkan kepada Kantor ATR/BPN Kabupaten Bolmong untuk tidak melayani atau memproses penerbitan hak atas tanah negara tersebut. Dalam rangka penyidikan ini, beberapa pejabat dan mantan pejabat Pemkab Bolmong telah diperiksa sebagai saksi, menandakan adanya keterlibatan aparat dalam peristiwa tersebut.

Kasus mafia tanah di Kabupaten Bolmong, yang melibatkan lahan berstatus HGU, terus menjadi sorotan. Sejumlah lahan yang seharusnya dikelola oleh negara, kini telah dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan bahkan sudah memiliki sertifikat tanah.

Salah satunya adalah lahan yang terletak di Desa Lalow, Kecamatan Lolak, yang diketahui berstatus HGU, namun kini telah dibangun hotel. Kasus ini sempat menjadi perhatian anggota DPRD Bolmong, Marthen Tangkere, yang mengusulkan agar pembangunan hotel tersebut dihentikan karena tanah tersebut masih berstatus HGU.

Selain itu, dugaan penyerobotan tanah HGU juga terjadi di kompleks perkantoran Pemkab Bolmong, di mana lahan milik pemerintah telah dibangun gedung Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK), meskipun status tanah tersebut adalah HGU. Pendirian gedung ini dilakukan tanpa adanya surat hibah yang sah.

Lebih mengejutkan lagi, Kepala Desa Padang Lalow, Ahadin Pontoh, mengungkapkan bahwa lahan tempat berdirinya gedung tersebut kini sudah memiliki sertifikat atas nama Sukron Mamonto, seorang mantan calon bupati yang kalah dalam Pilkada Bolmong.

Ahadin juga menjelaskan bahwa sebelumnya, pada tahun 2016, Sukron Mamonto telah memperoleh Surat Keterangan Tanah (SKT) untuk lahan tersebut, meskipun SKT tersebut tidak serta merta menjadikan tanah itu sebagai hak miliknya. Namun, belakangan, tanah tersebut diterbitkan sertifikatnya oleh Kantor Pertanahan Bolmong melalui program prona.

Keterlibatan nama Sukron Mamonto dalam kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat statusnya sebagai tokoh politik yang pernah mencalonkan diri dalam Pilkada Bolmong. Kasus ini mengindikasikan adanya praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat, baik di level pemerintahan daerah maupun swasta, yang telah mengalihkan tanah negara menjadi hak pribadi dengan cara yang tidak sah.

Penyidikan terhadap kasus ini terus berlangsung, dan Kejati Sulut berkomitmen untuk mengungkap tuntas praktek-praktek ilegal yang merugikan negara dan masyarakat. Kasus ini menjadi contoh bagaimana mafia tanah dapat merusak tata kelola pemerintahan dan berpotensi menggerogoti kekayaan negara. (**)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.