Sulit Pasarkan Hasil Produksi, Petani Harap Pemkab Bolmong Sediakan Pasar Potensial

0
51
Petani Perempuan Bolmong Dapat Perhatian
TOTABUANEWS, BOLMONG – Mulai bulan ini, pemerintah akan mulai menerapkan harga eceran tertinggi beras medium seharga Rp9.450 per kilogram (Kg) dan beras premium Rp12.800 per Kg
Sejumlah petani penggarap di Bolaang Mongondow menyebut harga ini memang lebih tinggi dari penjualan beras biasanya. Namun mereka bertanya-tanya, apakah HET ini akan berdampak langsung ke mereka
Sebagai petani penggarap, mereka tak menjual langsung beras. Hasil produksi mereka dipasarkan dalam bentuk gabah kering. Mereka biasanya menjualnya ke pengumpul gabah, yang tak lain adalah orang-orang di penggilingan padi.
Harga jual gabah pada para pengumpul ini sangat rendah, mereka pun mengeluh salah satunya Darius Soge petani penggarap asal Desa Kaiya Kecamatan Lolak, mengatakan harga jual gabah kering hanya Rp7000 per Kg
“Itu murah sekali. Bisa mati petani kalau begini terus. Malah kalau panen raya, bisa hanya sampai Rp6000 per Kg. Murah sekali, nyaris tak menutupi usaha kami,” ujarnya, Senin (18/9/2017).
Darius dan kelompoknya, pun dengan kelompok lainnya menjual gabah seharga begitu. Ketika mereka beli dalam bentuk beras, sudah menjadi Rp 10 ribu per Kg itupun beras kualitas bagus.
“Jadi kasian kami petani, beli beras yang kami tanam sendiri sudah jadi Rp10000. Kami jual Rp7000. Kami petani penggarap itu susah. Jadi ada HET tidaknya, yang penting ada pasar yang layak bagi kami,” kata pria paruh baya ini.
Senada dikatakan, Zet Rompas petani penggarap lainnya. Petani penggarap ini juga kesulitan di pemasaran hasil produksi mereka. Soal HET, Zet tampak tak terlalu peduli. Baginya yang penting pemasaran.
“Kami susah pasarkan produksi kami. Untung-untung kalau ada pembeli dari luar, itu sangat jarang. Gabah kami bisa lebih bernilai, bisa Rp8000 atau Rp9000, Kalau masukkan di penggilingan terus, kami yang sulit,” ujarnya.
Darius dan Zet, petani penggarap di Bolmong mengalami hal serupa. Demikian pengakuan keduanya. Kesulitan mereka berada pada proses memasarkan hasil. Terlepas dari HET berlaku dibulan ini, petani berharap ada solusi dari pemerintah daerah.
Terpisah, Kepala Bidang Bina Produksi Tanaman Pangan, Holtikultura dan Aneka Tanaman, Dinas Pertanian, Sahrul Dossa, mengatakan, peraturan HET ini bisa menguntungkan petani. Karena patokan harga lebih di atas.
Namun Sahrul tak bisa memungkiri, petani penggarap Bolmong memang kesulitan memasarkan hasil produksi mereka. Karena memang penampung mengambil murah.
Namun menurut Sahrul, bulog harusnya menjadi pasar strategis petani. Namun nyatanya, bulog tak bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Sejauh ini, bulog selalu tak siap membeli hasil petani.
“Selama ini memang bulog selalu tak siap. Petani jual gabah, bulog kasi mereka nota. Bukan uang kontan. Padahal kan petani butuh uang untuk keperluan sehari-hari. Bulog sudah terima barang, uangnya dibayarkan menyusul,” ujar Dossa.
Dinas Pertanian sebenarnya sudah memfasilitasi petani ke bulog, namun bulognya yang tak pernah siap. Dengan alasa anggaran. Ini memang persoalan anggaran, demikian Dossa. Karena Bulog harus membayar kontan pada petani.
“Pokoknya kami menunggu kesiapan Bulog. Sebagai solusi memasarkan produksi petani. Soal HET ini, tinggal tunggu surat edaran. Kalau sudah ada, tinggal implementasi. Tapi HET ini kan juga butuh peran Bulog. Mereka harus proaktif,” jelasnya.
Peliput: Ebby Makalalag

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.